Jakarta (ANTARA News) - Pemberitaan di sektor energi, terutama minyak dan gas bumi (migas) membutuhkan penjelasan yang lebih mendalam guna memberikan pemahaman yang lengkap kepada pembacanya tentang bisnis serta pengelolaan sumber daya alam tersebut.

Demikian kesimpulan yang mengemuka dalam "talkshow" mengenai pemberitaan di sektor tambang yang berlangsung di Wisma Antara, Jakarta, Kamis.

Para pembicara berasal dari kalangan praktisi media Akhmad Kusaeni (Wakil Pemred Antara), pengamat migas Pri Agung Rakhmanto (Refor Miner Institute) dan pimpinan perusahaan Total Indonesia, Judith Navarro Dipodiputro (Vice President Corporate Communication Total Indonesia).

Acara yang bekerjasama dengan BP Migas dan Total Indonesia itu dimoderatori oleh wartawan senior kantor berita Antara, Benny S Butarbutar, sekaligus menjadi ajang pemberian anugerah jurnalistik.

Menurut Akhmad Kusaeni, ada empat hal penting yang menjadi perhatian dari pemberitaan di sektor migas, yakni kalah bersaing dengan berita politik atau ekonomi makro lainnya, kualitas berita yang kurang mendalam, reportase yang dilakukan bukan reportase lapangan yang memverifikasi fakta yang ada. Terakhir narasumber yang terbatas.

"Wartawannya sudah terlalu keenakan dengan berita yang bersumber dari siaran pers, seminar, ataupun juru bicara perusahaan. Seharusnya wartawan justru terjun ke lapangan guna memberikan gambaran nyata dan analisa yang kuat. Masalah energi sebetulnya merupakan isu penting bagi masa depan dunia," katanya.

Sementara itu, Judith Navarro mengatakan, kekurangan yang ada dalam penulisan berita di sektor migas memberikan harapan besar bagi perbaikan yang akan datang, terutama dalam peningkatan kualitas beritanya.

"Dalam perspektif perusahaan asing seperti kami, penting dikomunikasikan bahwa kami juga memberikan kontribusi besar bagi kesejahteraan Indonesia," kata Judith yang berharap pers lebih menjalankan peran edukasinya ketimbang sekedar menyampaikan informasi.

Ia keberatan dengan gambaran yang menyebutkan perusahaan asing kurang membawa kepentingan nasional dan menekankan perlunya pers menjadi penggandeng tangan antara pihak-pihak yang membutuhkan kejelasan informasi.

"Pers hendaknya mampu menjaga kredibilitasnya. Dengan kredibilitas inilah kami juga menitipkan kredibilitas kami," katanya.

Di pihak lain, pengamat migas Pri Agung Rakhmanto mengakui sedikitnya pakar migas yang berkualitas dan mampu memberikan perspektif mendalam soal migas.

Ia berharap wartawan mampu meningkakan kompetensinya agar pers juga memberikan ruang yang lebih besar lagi dalam keseluruhan berita, tidak seperti saat ini hanya sebagai pelengkap saja dari berita soal migas.

Sementara itu, dalam penganugerahan karya jurnalisitk tersebut muncul sebagai juara terbaik pertama penulisan artikel adalah Anto Aprianto dari majalah Tempo, dengan judul "Lampu Kuning Emas Hitam".

Juara terbaik kedua Novan Dwi Putranto dari Sinar Harapan, "Konsep `Cost Recovery` Diubah Tender Blok Migas Tak Laku, dan peraih terbaik ketiga adalah Prismono dari Petrominer "Early Step in the Era on Noc`s Domination in Indonesia".

Sedangkan penulisan terbaik untuk kategori berita, adalah Rufi Arianto dari Bisnis Indonesia dengan judul "Permen Perpanjangan kontrak Alot", juara kedua diraih Evy Rachmawati dan Doty Damayanti dengan judul berita "Blok Migas Sepi Peminat".

Juara ketiga diraih Bagus Buditama Saragih dari The Jakarta Post dengan judul "Govt Eyes 46 Percent Growth in Oil and Gas Infrastructure".

(T.B011/R009)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010