Abu Dhabi (ANTARA News) - Surat-surat kabar yang terbit di Uni Emirat Arab (UAE) mendesak negara-negara di dunia untuk bekerja sama satu sama lain guna melacak keberadaan kelompok pembunuh Mahmoud Al Mabhouh, pejabat Hamas, di Dubai bulan lalu.

Kantor berita WAM melaporkan,  Dharian Gulf News dalam tajuk rencana berjudul "Kerja Sama Diperlukan untuk Memecahkan Kasus Pembunuhan", mengatakan Dubai telah bertindak cepat tetapi sekarang memerlukan kerja sama dari negara-negara lain.

Dikatakannya, Dubai sebagai pusat bisnis dan pariwisata dunia tidak dapat melepaskan dari dari kejahatan terorganisasi yang terjadi di kota itu bulan lalu.

Kota tersebut terbuka dan kosmopolitan, dan menjadi rumah bagi orang-orang dari berbagai belahan dunia. Mereka menghargai keamanan yang diberikan salah satu kepolisian paling efisien di dunia, tambahnya.

Investigasi atas pembunuhan oleh orang-orang pengecut merupakan contoh dari upaya efisien yang dilakukan pihak kepolisian. Misteri pembunuhan tersebut terkuak kurang dari 24 jam dan para anggota kelompok itu, sebagian besar anggota badan intelijen Israel "Mossad" telah dikenali dan nama dan gambar mereka telah disiarkan.

Pengungkapan kasus itu mengarah kepada pengejaran para pelaku secara internasional guna membawa mereka ke pengadilan, kata Gulf News.

"Ini bukan semata-mata kasus Dubai. Susungguhnya ini merupakan kejahatan internasional. Undang-undang Dubai telah diacak-acak, begitu juga undang-undang Inggris, Irlandia, Jerman, Prancis dan Austria," tambahnya.

"Mossad mungkin bisa lolos dari banyak pembunuhan tapi tidak di Dubai," kata harian itu menekankan.

Harian Khaleej Times mendesak dunia agar menekan Israel membawa para pelaku untuk diadili.

"Jika dunia gagal menunjukkan bahaya yang diperlihatkan Israel bagi perdamaian dan keamanan dunia, sekarang harus berhasil," kata Khaleej Times.

Menurut harian itu, sudah gamblang orang-orang Israel tersebut tak hanya melakukan pembunuhan panglima Hamas dan wakil organisasi itu di Dubai tapi juga mereka menggunakan paspor dan identitas "yang dipalsukan atau tidak" milik orang-orang dari negara-negara sahabat atau sekutu seperti Inggris, Jerman, Irlandia dan Prancis.

"Ini hanya untuk membuktikan bahwa Israel tak punya rasa sesal atau hormat pada dan hubungan dan hukum internasional dengan negara-negara sahabat," katanya.

Israel melakukan aksi itu bukan untuk pertama kali. Berulang-ulang negara itu menggunakan Mossad untuk melakukan aksi sesuai keinginannya terhadap pemimpin Palestina dan yang lain.

"Dan seperti kata Kepala Polisi Dubai Letjen Dhabi Khalfan bahwa sidik jari Mossad bertebaran di mana-mana dalam pembunuhan Al Mahbouh," tambahnya.

Sudah dapat diramalkan bahwa Menteri Luar Negeri Israel Avigdor Lieberman menolak pengaitan Mossad dengan menyatakan "tak ada bukti" mengenai keterlibatannya. Ini hanyalah contoh dari kecongkakan dan keras kepala Israel, kata harian itu.

"Apa yang diperlukan bukan protes-protes yang disampaikan pemerintah-pemerintah Barat tetapi aksi nyata melawan Israel. Mereka harus menekan penguasa Israel untuk mengekstradisi orang-orang yang bertanggung jawab atas pembunuhan itu dan kejahatan-kejahatan serupa terhadap rakyat Palestina.

"Kalau dunia tidak menekan Israel karena kejahatan-kejahatan itu, negara tersebut akan terus melakukan hal serupa pada masa mendatang," kata Khaleej Times memperingatkan.

Dalam editorial berjudul "Penyalahgunaan Hubungan Bersahabat", harian the Gulf Today menyatakan, terhadap bukti-bukti bahwa Mossad berada di balik pembunuhan 19 Januari lalu, pemerintah-pemerintah Eropa hendaknya menyadari bahwa Israel terus mengkesploitasi hubungan "bersahabat" mereka.

Menurut harian itu, warga negara Israel relatif mempunyai akses bebas ke semua negara Eropa dan banyak di antara mereka memiliki kewarganegaraan ganda. Seringkali kewarganegaraan ganda itu digunakan agen-agen Israel untuk mengoperasikan sel-sel rahasia di negara-negara Eropa dan terlibat dalam aksi yang mengganggu hubungan negara-negara tuan rumah dengan yang lain.

Juga terbukti seringkali Israel secara rutin terlibat dalam aksi spionase tidak hanya di Eropa tetapi juga di Amerika Serikat, yang memandangnya sebagai "sekutu strategis" di Timur Tengah.

Mossad dalam banyak kasus ditemukan menggunakan paspor palsu untuk melakukan pembunuhan dan operasi bawah tanah. Israel hanya mengumbar janji tak akan melakukan itu lagi. Hanya sedikit kasus seperti itu yang dilaporkan media sementara para pihak menyelesaikan percekcokan itu di belakang layar, demikian Gulf Today.

Patut dicatat bahwa pemerintah Inggris menyatakan pihaknya yakin paspor-paspor Inggris yang digunakan dalam kasus Dubai "direkayasa." Perdana Menteri Inggris Gordon Brown menyerukan investigasi menyeluruh. Pemerintah Jerman dan Prancis menyatakan paspor-paspor tersebut dipalsukan.

"Jelas pemerintah-pemerintah ini punya hasil temuan intelijen mengenai siapa berada di belakang pemalsuan tersebut. Mereka memiliki saluran diplomatik, intelijen dan keamanan sendiri, tapi hal itu hendaknya jangan menghentikan mereka untuk mengambil langkah-langkah berdasarkan informasi itu dan aksi tepat terhadap Israel," demikian harian tersebut. (ANT/A038)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010