Jakarta (ANTARA News) - Ketika Roger Milla, mantan pemain Pelita Jaya, ikut bertarung dalam Piala Dunia 1990 dan mencetak empat gol walaupun tidak pernah dipasang sebagai starter, pemain veteran itu tidak hanya telah mencatatkan namanya dalam legenda tetapi juga membantu membawa sepakbola Afrika keluar dari kegelapan menuju tatapan global.

Daya tahan adalah kualitas yang selalu dipuja dalam sepakbola dan walaupun tidak seperti legenda Inggris Sir Stanley Matthews yang masih aktif bermain di umur 53, pencapaian internasional Milla meninggalkan banyak kekaguman. Sebagai spesialis pemain pengganti alias 'cadangan super' ia tidak ada tandingannya.

Pada umur 30 untuk pertama kalinya Milla bermain di Piala Dunia 1982, walaupun sebelumnya reputasinya telah terkenal di daratan Afrika setelah meraih gelar Pemain Terbaik Afrika pada 1976, ketika bermain untuk klub lokal Tonerre Yaounde dan mencetak 69 gol dalam 87 pertandingan.

Prestasinya menarik perhatian klub-klub Eropa dan sejak 1979 dia pun memulai sepuluh tahun karir produktifnya di Prancis, mulai dari memperkuat klub Monaco, Bastia, St. Etienne, sampai Montpellier.

Tiga tahun pengalaman merumput di Eropa, Milla didaulat menjadi ujung tombak Kamerun pada Piala Dunia 1982 di Spanyol. Akan tetapi sesungguhnya ia tidak bermain dengan penuh percaya diri. Gagal di fase group, tim berjuluk Singa Padang Gurun itu justru tidak terkalahkan walapun hanya seri melawan Polandia, Peru, dan bahkan berhasil menahan Italia, yang akhirnya menjadi juara, 1-1.

Buntu menghadapi Peru dand Polandia yang kemudian hasil seri 1-1 yang mengesankan melawan Juara Dunia Italia. Sayang, Milla yang bermain 269 menit --hampir setiap menit di tiga laga kecuali diturunkan menjadi pemain pengganti saat melawan Peru, tidak mencetak satu pun gol.

Setelah Kamerun gagal lolos babak kualifikasi Piala Dunia 1986, Milla sempat berpikir tidak akan lagi memiliki kesempatan untuk mengecap agungnya pesta olahraga terbesar dunia itu.

Pada umur 34, banyak pemain yang berpikir untuk gantung sepatu. Tetapi, Milla tidak.

Empat tahun kemudian, penyerang gaek itu membuktikan dengan bermain selama 238 menit, tampil lima kali di PD 1990 Italia, dan menorehkan namanya dalam legenda Piala Dunia.

Gebrakan Kamerun di PD 1990 dimulai ketika mereka mengalahkan juara bertahan Argentina 1-0, dengan gol yang dicetak Francois Oman-Biyik. Milla hanya bermain sembilan menit pada pertandingan itu sebagai pengganti.

Enam hari kemudian. Hasil sementara tanpa gol dengan Rumania membuat pelatih Kamerun saat itu, Valeri Nepomnyashchi, berjudi dengan menurunkan pemain kuncinya yang berumur 38 tahun.

Pertandingan sudah berjalan 76 menit. Milla berusaha mengejar bola hasil umpan jarak jauh barisan belakang Kamerun yang kemudian dibiarkan memantul oleh bek-bek Rumania. Setelah pantulan kedua dan beradu otot dengan bek tengah Rumania, Iaone Andone, ia melesakkan bola dengan sebuah tendangan kaki kiri terukur yang tidak terjangkau tangan kiper Silviu Lung.

Lesakan Milla ini adalah satu demonstrasi mengenai kesigapan, kekuatan, dan sentuhan akhir yang memukau, yang menciptakan sebuah gol.

Sepuluh menit kemudian, Milla membawa Kamerun memimpin dengan gol keduanya yang dicetak oleh kaki kanannya --meskipun penyerang Rumania Gavril Balint menceploskan satu gol penghibur-- mengukuhkan kemenangan Kamerun sekaligus membawa mereka maju ke putaran berikutnya,

Karena sudah merasa aman, di final grup, pasukan asuhan Nepomnyashchi ini membiarkan dirinya dihancurkan 4-0 oleh Uni Soviet yang menjadi negeri asal pelatih Kamerun itu, di mana Milla yang turun menggantikan Emmanuel Kunde di menit 34 tidak mampu mengurangi defisit gol.

Masuk dalam 16 besar, Milla dan kawan-kawan harus berhadapan dengan Kolombia yang dipimpin gelandang kribo, Carlos Valderrama dan diperkuat kiper eksentrik Rene Higuita.

Tetapi sampai akhir pertandingan, para veteran unik dari Kamerunlah yang berhasil memukau dunia, bukan sepasukan karakter warna warni dari Kolumbia itu.

Setelah 54 duduk duduk di bangku cadangan, Milla akhirnya bangkit dan disambut riuh rendah para pendukung Kamerun, berdoa agar keajaiban datang dari kakinya. Dan, mereka tidak dikecewakan.

Pertandingan memang berakhir seri sampai 90 menit. Memasuki menit ke 106, di babak tambahan, pemain 38 tahun itu berlomba dengan garis pertahanan Kolumbia yang rata-rata berusia 15 tahun lebih muda, sebelum dia menaklukannya dan tendangan silang dari kaki kirinya melewati Higuita.

Segera pemain yang hampir menginjak kepala empat itu berlari ke pojok lapangan, meliuk dan mengoyang-goyangkan pinggulnya, merayakan gol penting dalam sejarah dunia, dan serta merta mencuri perhatian dunia.

Tidak sampai di situ saja. Tiga menit kemudian, Milla mencetak gol kedua memanfaatkan kesalahan fatal kiper Higuita yang akan selalu dicatat dunia.

Setelah menerima sodoran back-pass dari pemain belakangnya, bukannya langsung ditendang, Higuita malah mencoba mengecoh dan menggiring bola yang dengan mudah diantisipasi oleh Milla.

Setelah mencuri bola dari Higuita, mencetak gol, Milla kembali ke pojok lapangan yang sama, menarikan tarian bersejarah itu, yang menjadi memori penting dari PD Italia.

Mengenai gol semata wayangnya, Milla, bercerita, "Setahun sebelum Piala Dunia itu, Valderrama (teman setim Milla di klub Montpellier) menunjukkan pada saya rekaman tayangan pertandingan Kolombia, yang memperlihatkan trik-trik Higuita. Saya kemudian berkata kepada Valderrama, 'Jika Kamerun melawan Kolombia di Piala Dunia, dia tak akan mampu melakukan itu. Kami punya pemain-pemain yang cepat dan cerdas.' Ketika hasil kualifikasi grup menunjukkan kami akan bertemu mereka, saya kembali memperingatkan kawan-kawan akan trik-trik Higuita. Saya melihat kesempatan untuk mengecoh Higuita dan saya mengambilnya. Itu sebuah taktik yang bagus, rencana yang tepat."

Walaupun kemudian Bernado Redin mencetak gol untuk Kolombia, tetapi tidak bisa menghadang jalan Kamerun, negara Afrika pertama yang berhasil ke perempatfinal. Di babak berikutnya, telah menunggu Inggris dengan pelatihnya Sir Bobby Robson.

Menghadapi tenaga muda Inggris, Milla tetap berkontribusi. Setelah dilanggar Paul Gascoigne di kotak penalti pada menit limabelas babak kedua, Kamerun berhasil menyamakan kedudukan lewat eksekusi penalti Emmanuel Kunde.

Bahkan empat menit kemudian, setelah menerima umpan terobosan Milla, Eugene Ekeke berhasil mencetak gol kedua dan memimpin laga penentuan itu. Namun, dua penalti Gary Lineker mengamankan tempat Inggris di semifinal dan berakhirlah perjuangan Milla di Piala Dunia Italia.

Walaupun demikian, kinerja Milla tidak terbantahkan dan dinobatkan sebagai salah satu dari Team All Star Piala Dunia, bersama pencetak gol terbanyak Savatore Schillachi dan Tomas Skuhravy.

Hebatnya perjalanan Milla di Piala Dunia tidak berakhir di sana, empat tahun kemudian, ketika berumur 42 tahun 39 hari, dia menjadi pemain tertua yang bermain dan mencetak gol di Piala Dunia. Ia mencetak satu-satunya gol Kamerun ketika dikalahkan Rusia 6-1 di Piala Dunia 1994, Amerika Serikat (AS).

Ketika FIFA memilihnya sebagai Pesepakbola Afrika Abad ini, menyisihkan dua legenda Afrika lainnya, George Weah dan Abedi Pele, maka itu adalah penghargaan untuk karakternya, bukan karena bakatnya dan Milla membantu tanah Afrika percaya bahwa mereka termasuk dalam jajaran atas sepakbola dunia.

Pesepakbola veteran dengan tarian yang legendaris yang menggoyang Piala Dunia 1990 Italia itu, tidak terbantahkan adalah Legenda Piala Dunia Sejati. (*)

Sumber : Soccernet, ESPN
Penerjemah: Liberty Jemadu
Editor : jafar sidik

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010