delapan fraksi menyetujui RUU tentang Bea Meterai disahkan menjadi UU,” katanya.
Jakarta (ANTARA) - Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) mengesahkan Rancangan Undang-Undang Bea Meterai menjadi Undang-Undang dalam Rapat Paripurna yang digelar di Jakarta, Selasa (29/9).

Ketua Komisi XI DPR RI Dito Ganinduto menyatakan draft RUU Bea Meterai yang semula terdiri dari 10 bab dan 26 pasal berubah menjadi 12 bab dan 32 pasal karena mengalami penambahan dua bab yaitu bab ketentuan pidana dan bab ketentuan lain-lain.

“Berdasarkan pendapat akhir mini yang disampaikan oleh fraksi DPR RI dan pemerintah sebanyak delapan fraksi menyetujui RUU tentang Bea Meterai disahkan menjadi UU,” katanya.

Dito menyebutkan terdapat delapan fraksi yang menyetujui RUU bea meterai untuk disahkan menjadi UU yaitu PDIP, Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, Demokrat, PAN, dan PPP.

Di sisi lain, fraksi PKS menolak hasil pembahasan RUU tentang Bea Meterai karena berpendapat kenaikan itu berpotensi melemahkan daya beli masyarakat sehingga menjadi beban baru bagi perekonomian.

Tak hanya itu, perluasan dokumen dan tarif tunggal Rp10.000 dan batasan nilai dokumen hanya di atas Rp5 juta juga dianggap menjadi tidak senafas dengan penurunan PPh badan melalui Perppu Nomor 1 Tahun 2020 yang sudah menjadi UU Nomor 2 Tahun 2020.

UU Bea Meterai yang mulai berlaku pada 1 Januari 2021 ini mengatur mengenai tarif bea meterai yang sebelumnya Rp3.000 dan Rp6.000 menjadi satu tarif yaitu Rp10.000.

Kemudian dokumen yang semula dikenai Bea Meterai dengan memuat jumlah uang bernilai di atas Rp250 ribu sampai Rp5 juta menjadi tidak dikenai Bea Meterai.

Selanjutnya UU Bea Meterai juga berisi mengenai penyetaraan pengenaan pajak atas dokumen baik dalam bentuk kertas maupun digital dan penambahan objek berupa dokumen lelang dan dokumen transaksi surat berharga.

UU Bea Meterai turut memberikan fasilitas berupa pembebasan pengenaan Bea Meterai atas dokumen yang diperlukan untuk kegiatan penanganan bencana alam atau bersifat keagamaan dan sosial, serta dalam rangka mendorong program pemerintah dan melaksanakan perjanjian internasional.

Tak hanya itu, UU Bea Meterai sekaligus menyempurnakan sanksi administratif dan pidana atas ketidakpatuhan maupun keterlambatan pemenuhan kewajiban pembayaran bea meterai sekaligus sanksi terkait pengedaran, penjualan, pemakaian meterai palsu serta bekas pakai.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan UU Bea Meterai yang sebelumnya yaitu UU Nomor 13 Tahun 1985 telah berlaku sejak 1 Januari 1986 atau kurang lebih selama 35 tahun dan belum pernah mengalami perubahan.

Menurutnya, UU Nomor 13 Tahun 1985 mengenai Bea Meterai tersebut sudah tidak sejalan dengan situasi dan kondisi yang ada di masyarakat sehingga sebagian besar pengaturannya tidak dapat menjawab tantangan kebutuhan penerimaan negara.

Baca juga: Sri Mulyani sebut bea meterai jadi Rp10 ribu mulai Januari 2021

Baca juga: Mengukur pro kontra RUU Bea Meterai


Oleh sebab itu, pemerintah harus melakukan penggantian UU Bea Meterai untuk disesuaikan dengan kebijakan pengenaan Bea Meterai yang tetap berpegang pada asas kesederhanaan, efisiensi, keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan.

Ia menjelaskan penggantian ini bertujuan untuk mengoptimalkan penerimaan negara guna membiayai pembangunan nasional dan memberikan kepastian hukum dalam pemungutan Bea Meterai.

Tujuan lainnya adalah menerapkan pengenaan Bea Meterai secara lebih adil serta menyelaraskan ketentuan  ♠Bea Meterai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

“RUU Bea Meterai ini diberlakukan mulai 1 Januari 2021 sehingga terdapat cukup waktu untuk melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat,” katanya.


Baca juga: Kemenkeu usulkan perubahan tarif bea meterai

 

Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2020