Dhaka (ANTARA News) - Bangladesh mengatakan Rabu mereka akan mendesakkan tuduhan kriminal terhadap 900 penjaga perbatasan yang dituduh melakukan pembunuhan, pembakaran dan perampasan dalam pemberontakan tahun lalu yang menyebabkan 74 orang tewas.

Lima puluh tujuh perwira senior angkatan darat tewas dalam 33 jam pengepungan yang dimulai pada 25 Februari dan menimbulkan ketegangan antara pemerintah sipil PM Sheikh Hasina yang baru dipilih dan para perwira tinggi militer. Hari Kamis adalah ulang tahun pertama dari kejadian itu.

"Kami menemukan bahwa sekitar 900 tentara Bangladesh (BDR) telah mengambil bagian dalam pembunuhan sejumlah perwira angkatan darat, perampasan, pembakaran dan penganiayaan keluarga mereka," kata penuntut negara Mosharraf Hossein Kazal kepada AFP.

"Kami sekarang berada pada tahap akhir dari penyelidikan itu. Mereka akan didakwa segera," katanya, dan menambahkan bahwa hukuman maksimal bagi pembunuhan menurut undang-undang/hukum pidana Bangladesh adalah mati dengan digantung.

Mayat orang-orang yang tewas dalam pemberontakan itu telah dibuang ke selokan dan kuburan dangkal serta ditemukan dalam beberapa hari setelah pertumpahan darah berakhir ketika para pemberontak melarikan diri dengan pakaian sipil.

Sebagai bagian dari penyelidikan kejahatan itu, lebih dari 7.000 penjaga perbatasan telah diinterogasi dan 2.205 penjaga ditangkap, jelas kepala penyelidik polisi Abdul Kahhar Akhand.

Penuntutan terakhir itu akan berjalan paralel dengan pennyelidikan pimpinan-militer yang terpisah dan proses pengadilan bagi tentara yang diduga terlibat dalam pemberontakan tersebut, yang meluas ke 40 pos BDR di Bangladesh.

Diperkirakan 3.500 orang menghadapi dakwaan di Pengadilan Khusus yang dijalankan militer karena keterlibatan mereka dalam pemberontakan itu. Para terdakwa dalam pengadilan itu menghadapi hukuman maksimal tujuh tahun penjara.

Pada Selasa, Pengadilan Khusus dibuka di ibu kota Dhaka bagi 86 penjaga perbatasan yang diduga terlibat dalam pemberontakan. Seorang jurubicara BDR menjelaskan 19 dari 86 orang itu juga akan menjadi bagian dari penyelidikan kriminal.

Akhand, salah seorang pejabat penyelidikan kriminal yang sangat dihormati di kepolisian Bangladesh, menyatakan kemarahan tertahan di antara BDR dan berkas permintaan kenaikan gaji yang diabaikan dan kondisi pekerjaan telah menyebabkan pembunuhan itu.

"Kami tidak menemukan bukti keterlibatan partai politik atau kelompok militan dalam pemberontakan itu," tegasnya, dan menambahkan bahwa penyelidikan telah dilakukan terus-menerus.

"Ini usaha sangat besar dan tentu saja kasus terbesar dalam sejarah Bangladesh, mungkin di seluruh Asia Selatan," ujarnya.

PM Bangladesh Sheikh Hasina pada awalnya dikritik oleh militer karena tidak menggunakan kekuatan untuk mengakhiri konflik di kompleks yang dijaga ketat, tempat pemberontakan dimulai itu, malahan menawarkan amnesti umum pada orang-orang yang pergi meninggalkan kompleks itu.

Beberapa jam kemudian pemberontak mulai meletakkan senjata mereka.

Sebelum ulang tahun pertama dari pembunuhan besar-besaran itu Kamis, Hasina berjanji akan mengejar semua orang yang bertanggung jawab atas pemberontakan militer terburuk dalam sejarah negara itu.

Salah seorang anggota kabinet Hasina sebelumnya menuding militan Islam negara itu karena mendalangi pemberontakan tersebut sebagai bagian dari rencana lebih luas untuk mendiskreditkan pemerintah sekuler Hasina.

Tapi penyelidikan polisi maupun pemerintah membelokkan bukti untuk mendukung tudingan itu.(*)

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010