Jakarta (ANTARA News) - Sekadar impian tidak akan mengubah sektor pariwisata Indonesia berdaya saing global tinggi, namun melalui langkah nyata meskipun kecil, pariwisata tanah air dipastikan kian mendekati kelas dunia.

Sayangnya, membangun sektor pariwisata bukan pekerjaan semudah membalik telapak tangan.Apalagi, sinergi lintaspemangku kepentingan adalah barang mahal di Indonesia.

Padahal pariwisata adalah integrasi, satu kesatuan utuh antara destinasi dengan segala macam daya dukung di dalamnya meliputi infrastruktur fisik hingga hospotality disertai mentalitas masyarakatnya.

Direktur Jenderal Pengembangan Destinasi Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, Firmansyah Rahim, mengatakan, meningkatkan daya saing sektor pariwisata bukan sekadar tanggung jawab satu institusi melainkan juga seluruh komponen yang terkait.

"Kewenangan yang ada di domain kami (Kemenbudpar) hanya sekitar 20 persen untuk meningkatkan daya saing pariwisata kita," katanya.

Sudah menjadi keharusan untuk mengkonsolidasikan kerja lintasinstitusi demi sektor pariwisata Indonesia mendapat taraf dunia, kata dia.

Faktanya, survei World Econominc Forum 2009 mencatat, indeks daya saing pariwisata Indonesia pada 2009 hanya menempati posisi ke-81 dari 133 negara di dunia.

Firmansyah menegaskan, pihaknya hanya memiliki sekitar 12 domain dan kewenangan dalam hal itu sementara sisanya yang mencapai 61 items berada di bawah kewenangan institusi lain.

"Penilaian daya saing terdiri atas tiga indeks dengan 14 subindeks meliputi kerangka regulasi, infrastruktur dan bisnis, serta SDM, budaya, dan alam," katanya.

Domain yang menjadi wilayahnya, hanya mencakup di antaranya keberlanjutan pengembangan industri pariwisata, kemudahan dalam mempekerjakan tenaga kerja asing, hingga efektivitas pemasaran dan branding.

Sementara domain dan kewenangan pariwisata yang membutuhkan koordinasi dengan institusi lain di antaranya infrastruktur transportasi udara, infrastruktur transportasi darat, infrastruktur ICT, kebersihan dan kesehatan, hingga keamanan dan keselamatan.

Banyak pihak menilai kunci keberhasilan meningkatkan daya saing global pariwisata Indonesia terletak pada sinergi yang baikantarpemangku kepentingan terkait.

Miskoordinasi antarinstitusi yang selama ini terjadi adalah sumber benang kusut pariwisata tanah air.

Potensi Besar
Indonesia, dengan segala daya dukungnya, pada dasarnya memiliki potensi yang besar untuk menjadi favorit bagi pelancong.

Apalagi jumlah pergerakan turis dunia yang menyambangi kawasan ASEAN tidak pernah kurang dari 60 juta orang setiap tahunnya.

Namun, sayang Indonesia tidak mendapat potongan "kue" terbesar dalam kaitannya dengan jumlah turis yang mampir. Tercatat hanya sekitar 6,4 juta turis yang melancong ke Indonesia pada 2009 melalui program Visit Indonesia.

Jumlah itu pun termasuk jumlah kunjungan turis terbesar dalam 10 tahun terakhir.

Fakta itu ironis mengingat Indonesia adalah negara terluas di ASEAN yang sebenarnya mampu menawarkan lebih banyak pilihan destinasi yang bahkan tidak pernah habis dalam satu kali kunjungan.

Padahal Indonesia ibarat tanpa digarap serius pun memiliki beragam tawaran yang menggiurkan bagi pelancong.

Direktur Lembaga Pengembangan Informasi Pariwisata (Lepita), Diyak Mulahela, berpendapat, berwisata di Indonesia adalah yang termurah di dunia.

"Kita bisa mendapatkan hotel berbintang lima dengan rate hanya 50-60 dolar AS semalam, di negara lain sulit," katanya.

Pengamat pariwisata itu, menilai sisi value for money dapat menjadi senjata terbaik untuk memasarkan sektor pariwisata Indonesia.

Obwis Stagnan
Wakil Ketua ASITA DKI Jakarta Bidang Humas, Jongki Adiyasa, mengatakan, Indonesia sangat potensial menjadi daerah kunjungan wisata dunia.

Obyek wisata (obwis) di tanah air beragam dan bervariasi jenisnya mulai dari wisata alam, wisata petualangan, wisata religi, hingga wisata belanja.

Sayangnya, beragam obwis tersebut belum digarap optimal sehingga hanya sedikit yang bisa ditonjolkan sampai saat ini.

"Pengembangan obwis di Indonesia stagnan padahal banyak obyek yang bagus-bagus tapi belum didukung infrastruktur yang memadai," kata Joungki.

Pendapat Joungki bukan tanpa alasan, karena World Economic Forum telah merangking Indonesia pada posisi ke-81 dari 133 negara pada 2009 dalam daya saing pariwisata.

Itu artinya, Indonesia masih tergolong lemah dalam menggarap daya dukung sektor pariwisata.

"Yang harus dilakukan saat ini adalah kerja sama semua pemangku kepentingan, baik pemerintah maupun industri," katanya.

Menurut dia, semua pihak harus berkonsolidasi membangun daya dukung sektor pariwisata. Masing-masing mengidentifikasikan tugas dan menggarapnya secara optimal.

"Pemerintah kembangkan infrastruktur, swasta menggarap obyek wisata, swasta yang lain menggarap promosi, dan lain-lain. Sebab kalau tidak terkoordinasi dengan baik, maka akan jalan sendiri-sendiri, semrawut," katanya.

Ia berpendapat, seluruh benang kusut dunia pariwisata harus diurai agar tidak ada lagi benturan-benturan dalam hal perizinan, pengawasan, dan regulasi yang lain.

Dengan begitu, mewujudkan pariwisata Indonesia menuju kelas dunia bukan lagi ibarat mengejar mimpi yang tak pasti. (H016/A038

Oleh oleh Hanni Sofia
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010