Bandung (ANTARA News) - Tim Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi menemukan banyak bekas longsoran purba di kawasan "mahkota longsoran" di Perkebunan Teh Dewata Desa Tenjolaya Kecamatan Pasir Jambu Kabupaten Bandung, Minggu.

"Hasil pengamatan di sekitar lokasi longsoran di Pasir Jambu banyak ditemukan bekas longsoran purba di sana, artinya kawasan itu pernah longsor di masa lalu," kata Kepala Bidang Pengamatan Gempa Bumi dan Gerakan Tanah PVMBG Badan Geologi, Gede Suantika di Bandung, Minggu.

Tim PVMBG juga menemukan pelapukan tanah pada mahkota longsoran di bukit Waringin sangat tebal dan tidak ada tanda-tanda batuan keras di bukit longsor itu, karena secara visual tanah terlihat kuning. Lapisan tanah itu mudah terkikis dan cepat lepas bila kandungan air di dalamnya sudah jenuh.

"Vegetasi di bukit itu bagus, namun lapisan tanahnya sangat tebal sehingga rawan longsor saat kandungan air di dalamnya berlebih, tak ada lapisan batuan keras di sana," kata Suantika.

Ia menyebutkan, ada dua faktor penyebab longsor di bukit Waringin, yakni faktor kemiringannya yang curam dan curah hujan yang tinggi di kawasan itu.

Selain itu, retakan yang terbentuk dari guncangan gempa 6,7 SR pada 2 September 2009 lalu juga menjadi penyebabnya. Retakan itu terisi air dan longsor saat tekanan air tanah mencapai puncaknya ketika air menjadi beban dan membuat tanah menjadi labil.

"Kemungkinan retakan akibat gempa sangat masuk akal. PVMBG memang selalu merekomendasikan warga di lokasi rawan longsor dan perbukitan untuk mewaspadai retakan pasca gempa bumi, karena bila retakan itu terisi air, dipastikan longsor," katanya.

Lapisan tanah di kawasan ini terdiri dari batuan vulkanik dari gunung api masa purba. PVMBG lalu merekomendasikan agar pemukiman di Perkebunan Teh Dewata yang masih terisa dikosongkan karena tidak cocok untuk pemukiman permanen.

"Untuk dijadikan posko peristirahatan tak masalah, namun tidak baik untuk pemukiman permanen karena ancaman longsor di sana cukup potensial," katanya.

PVMBG menyatakan, idealnya pemukiman tidak lebih dari 10-15 rumah untuk satu lokasi, sehingga kawasan itu tidak terlalu berat.

"Perkebunan di tebing seperti di Dewata tak masalah, yang harus diperhatikan pemukimannya. Kalau bisa pemukiman baru tidak terlalu banyak, cukup 10-15 rumah sehingga beban tak terlalu berat," katanya.

Selain di kawasan Perkebunan Dewata, pihak PVMBG juga mendapat laporan topografi pemukiman yang rawan longsor lainnya terdapat di kawasan blok Kampung Karangtengah dan Gunung Maut yang juga berada di kawasan pemukiman itu.

"Laporan yang kami terima pemukiman di kawasan Gunung Maut dan Karangtengah juga rawan, namun kami berharap warga dan pengelola perkebunan melakukan antisipasi," katanya.

Salah satunya dengan mengoptimalkan ronda di kawasan atas bukit untuk mengantisipasi retakan yang potensial menimbulkan longsor. (*)

S033/Y003

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010