London (ANTARA News) - "You can`t get the culture more than in the Indonesia?" ujar salah seorang peserta reality show yang ditayangkan setiap Sabtu dan MInggu di stasiun televisi Channel 4 Inggris dalam acara bertajuk "Ultimate Traveller".

Enam remaja Inggris peserta acara reality show tersebut adalah Andrew Tate (21) dari Luton, Chantell Jones (19) dari London, Chloe Ridley (20) dari Oxford dan Mairi Claire Bowser (18) dari Skotlandia serta Nathan Dunlop (19) dari London dan Gareth (21) dari Yorkshire.

Keenam remaja yang melakukan perjalanan sepanjang 3.000 kilometer dari Jakarta, Bandung, Lembang, Jogya, Solo dan Bali dan berakhir di Danau Kalimutu Flores memperebutkan hadiah sebesar 10 ribu poundsterling dan mendapat julukan "Ultimate Traveller".

Acara Ultimate Traveller, merupakan acara reality show yang tengah ditayangkan setiap minggu sejak awal Februari hingga Maret di stasiun televisi swasta Inggris itu merupakan perjalanan yang penuh tantangan bagi remaja Inggris yang terbiasa hidup nyaman.

Keenam remaja Inggris yang terpilih dari 2000 pelamar itu setiap minggu mendapatkan uang saku sangat terbatas, yaitu senilai 12 Poundsterling sehari yang Inggris hanya dapat membeli dua porsi ikan dan keripik (fish and chip).

Dari Bandara Soekarno-Hatta di Jakarta, keenam pemuda beransel (backpackers) itu hanya berbekal uang saku sebesar 12 pound guna melanjutkan perjalanan ke Kota Bandung dan Lembang, Jawa Barat.

Keenam remaja Inggris bertemu untuk pertama kalinya mendarat di Bandara Soekarno-Hatta di Jakarta, dan untuk pertama kalinya pula mereka berbagi latar belakang sosial yang berbeda.

Kesan pertama keenam peserta itu bermacam macam, "Saya hanya tahu nama Indonesia," ujar Chantell, yang menyebut dirinya sebagai diva.

Sementara itu, Andrew Tate mengakui bahwa tidak yakin apa yang dicari. "Saya tidak yakin dengan apa yang akan saya saksikan," ujarnya.

Kenam remaja yang melakukan perjalanan selama dua bulan di Indonesia yang penuh dengan tantangan itu bertemu untuk pertama kalinya di pusat pertokoan di Jakarta. Sebelumnya, mereka tidak saling mengenal satu sama lain.

Salah satu kontestan, Gareth (22) dari daerah Yoskshare, yang melihat pemandangan sepanjang jalan banyak gubuk di Jakarta langsung berkomentar tentang Indonesia yang disebutnya sebagai "layaknya negeri miskin."

"Saya merasa sangat terkejut," ujar Gareth. Baru tiga hari di Indonesia ia langsung merasa rindu rumah (homesick), sehingga akhirnya mengundurkan diri agenda acara perjalanan "Ultimate Traveller", dan kembali ke Inggris.

Acara garapan rumah produksi Studio Lambert`s yang dibentuk tahun 1950-an, dan menghasilkan banyak acara serupa berkantor di Soho, London.

Studio Lambert's memiliki sejarah yang membentang lebih dari setengah abad adalah salah satu perusahaan terkemuka di Inggris yang memproduksi berbagai acara televisi dan iklan perusahaan. Perusahaan itu didirikan oleh Stephen Lambert, ayah Roger Lambert.

Diluncurkan pada 1955, tepat sebelum televisi komersial dimulai di Britania, studio itu juga yang berbasis di wilayah West End guna memproduksi banyak program yang juga menang penghargaan internasional sepanjang tahun 1960an, 1970an dan 1980an.

Berkereta api


Dari Bandung, para remaja Inggris itu melanjutkan perjalanan berkereta api menempuh perjalanan selama 10 jam menuju kota Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Lewis (24) dari Leeds mengantikan Gareth yang kembali ke Inggris. Lewis mengakui bahwa ikut dalam acara "Ultimate Traveller" membuat mental dirinya sangat tegang.

Sementara itu, Chloe dari Oxford sangat menikmati perjalanannya. "menyukai acara ini," ujarnya. Ia duduk di depan pintu gerbong kereta api yang tentunya tidak akan pernah bisa dilakukannya di Inggris.

Chloe sangat menikmati pemandangan di sepanjang perjalanan dari Bandung ke Yogyakarta lantaran baginya memperlihatkan pemandangan yang indah.

Para peserta "Ultimate Traveller" melakukan perjalanan dengan kendaran umum, yakni seperti kereta api, angkutan kota (angkot), bahkan naik becak khas Yogyakarta.

Mereka juga mencicipi makanan ekstrim khas Indonesia, seperti sate kobra dan minum darah ular kobra yang diyakini baik untuk kesehatan.

Berbagai tantangan harus dihadapi para peserta, antara lain mereka melakukan perjalanan hanya dengan berbekal satu tas punggung saja. Setiap minggu mereka harus berganti grup untuk saling mengenal rekan perjalanan, sehingga di antara mereka juga ada yang saling bergosip.

Chloe tampak menikmati pelajaran dan tertarik untuk mengikuti kursus membuat wayang kulit. "Kita tidak mungkin dapatkan kebudayaan semacam ini selain di Indonesia. Saya menyukai, ya saya sangat menyukainya," ujar Chloe.

Sementara itu, Chantell menilai, belajar membuat wayang kulis hanya membuang waktu. "Kenapa tidak menggunakan gunting saja?," ujarnya.

Keenam remaja itu juga menikmati pemandangan Borobudur di Jawa Tengah, yang disebutkan merupakan salah satu dari tujuh keajaiban dunia. Mereka kemudian menikmati matahari terbit di Gunung Bromo, Jawa Timur, serta berkunjung ke daerah wisata Bali, dan berlanjut ke Lombol (Nusa Tenggara Barat/NTB), serta berakhir di Flores (Nusa Tenggara Timur/NTT).

Kebanggaan RI


Dutabesar RI untuk Kerajan Inggris Raya, Yuri Thamrin, mengakui bangga dengan penayangan acara tersebut. "Saya sangat senang Indonesia menjadi bagian profil yang sangat bagus dalam program Traveller ini," ujarnya.

Ia mengemukakan, "Mudah2an acara ini akan menarik lebih banyak orang Inggris datang ke negeri kita. Banyak peluang untuk saya membicarakan hal ini saat bertemu produser acara ini."

Mahasiswa Indonesia yang tengah menuntut ilmu di Norwich, Silvia Devina, mengakui pertama menyaksikan komentar para peserta saat mereka baru tiba di Indonesia cukup kesal. "Mereka semua gak tau di mana Indonesia itu," ujarnya.

Apa lagi, menurut dia, ada yang berkomentar: "Saya pikir negara ketiga, ternyata tidak parah amat ya."

Dari kalangan penonton yang memebrikan komentar mengenai acara itu, diantaranya Scott White mengakui programnya sangat bagus. "Acara ini sangat mengagumkan, membuat kita menyukainya. Saya akan coba ikut di program berikutnya."
(U.ZG/P003)

Oleh Oleh Zeynitta Gibbons
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010