Washington (ANTARA News/AFP) - Amerika Serikat (AS) menyatakan sangat prihatin menanggapi laporan serangan militer Sudan terhadap pemberontak di wilayah barat negara yang dilanda perang itu, Darfur, demikian keterangan kementerian luar negeri AS, Selasa (2/3).

Operasi-operasi militer Sudan di daerah Jebel Marra, Darfur dilaporkan menimbulkan korban warga sipil dalam jumlah besar, keterlantaran, dan evakuasi organisasi-organisasi kemanusiaan, kata juru bicara kemlu AS, Philip Crowley.

Para pemberontak Darfur pada Senin melaporkan bahwa lebih dari 200 warga sipil telah tewas dalam bentrokan antara pemberontak dan tentara pemerintah Sudan, selama pekan lalu di wilayah Darfur, Jebel Marra tengah.

Militer Sudan membantah jumlah orang yang tewas itu, dan pasukan pemelihara perdamaian Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB)-Uni Afrika mengatakan, pihaknya tidak bisa mengkonfirmasikan korban sipil karena petugas tidak bisa memasuki wilayah pertempuran.

Badan bantuan Prancis, Medecins du Monde, mengatakan bahwa pertempuran saat ini di bagian timur Jebel Marra telah memaksa 100.000 penduduk sipil meninggalkan rumah mereka, dan bahwa pertempuran di seluruh kota memaksa operasi-operasi di daerah itu dihentikan.

Seorang pejabat badan bantuan berbicara kepada AFP dengan syarat tak disebutkan namanya mengisyaratkan, bahwa jumlah korban tewas yang diberikan pemberontak terlalu dibesar-besarkan, karena sebagian besar penduduk sipil telah melarikan diri.

Pernyataan Crowley menyeru ke pemerintah Sudan, "Agar mengendalikan diri dari melakukan kekerasan selanjutnya dan mengizinkan Misi Gabungan Uni Afrika-PBB di Darfur diberi akses ke Jebel Marra, untuk memperkirakan situasi kemanusiaan dan pemulihan stabilitas."

Pertempuran antara kelompok Tentara Pembebasan Abdelwahid Nur`s Sudan (SLA) dan pasukan pemerintah dilaporkan memuncak.

Situasi itu terjadi setelah kelompok pemberontak penting lain, Gerakan Keadilan dan kesetaraan (JEM) telah menandatangani kesepakatan perdamaian dengan Khartoum bulan lalu.

Kelompok Nur`s adalah salah satu dari faksi pemberontak besar yang masih menentang kesepatan perdamaian dengan pemerintah.

"Gencatan senjata 20 Februari yang ditandatangani oleh pemerintah Sudan dan JEM menawarkan kesempatan penting untuk mengurangi kekerasan secara berarti di Darfur, namun kesepakatan itu harus diperluas dengan memasukkan kelompok-kelompok lain," kata Crowley.

Ia menimpali, "Kami melihat kekerasan di lapangan merusak semangat proses perdamaian. AS menegaskan kembali seruannya terhadap semua pihak agar berkomitmen terhadap proses perdamaian yang ditengahi Uni Afrika-PBB di Doha, untuk membawa penyelesaian menyeluruh dan menghasilkan resolusi guna menghentikan konflik di Darfur."

JEM, kelompok pemberontak paling banyak memiliki senjata berat di Darfur, yang melancarkan serangan tak pernah terjadi sebelumnya terhadap ibu kota Sudan, Khartoum, pada 2008, telah melakukan serangkaian pertukaran tawanan dengan pemerintah sejak adanya kesepakatan.

Kelompok itu berusaha agar lebih dari 100 pejuangnya yang tewas mendapatkan amnesti.
(Uu.H-AK/A023/P003)

Pewarta:
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010