Jakarta (ANTARA News) - "DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) bertingkah norak, seperti anak kecil. Pejabat paling tinggi, tapi tidak tahu malu dan mencontohkan yang tidak baik kepada masyarakat," kata Linda Astuti, karyawati perusahaan pembiayaan, kepada ANTARA News, Rabu.

Pernyaatan Linda diamini sejumlah orang yang diwawancari ANTARA News Rabu siang itu. "Menurut saya, rapat kemarin ya memalukan, untuk ukuran DPR. Tapi hal itu terjadi karena ada konflik kepentingan kan antara oposisi dan koalisi," kata Aditya Narayana.

Lelaki berusia 25 tahun karyawan sebuah bank BUMN ini melanjutkan, "Tapi kan koalisi mulai tidak kompak."

Aditya dan Linda mengaku kerap mengikuti tingkah para anggota DPR dari siaran televisi. "Habis, DPR-nya kan kayak artis," sindir Linda.

Pengakuan berbeda dilontarkan Nining Setyaningsih (36), penjual nasi di sebuah Warung Tegal di Jalan Kebon Sirih. Nining mengaku sering mengikuti tayangan politik di media massa.

"Menonton sih sering. Paling menarik adalah ketika ada yang bentrok, tapi jarang sampai selesai karena bosan dan ngantuk," kata ibu beranak empat yang mengaku merantau ke Jakarta sejak 1987.

Namun, sebagaimana Linda, Nining meminta kasus itu diusut tuntas.

"Ya harus diselesaikan sampai tuntas, apa lagi uangnya banyak benar, asal jangan sampai keamanan terganggu saja," sambung Udin Samsudin (40), satpam satu kantor bank swasta di Jl. Agus Salim, Jakarta Pusat.

Orang-orang awam ini umumnya menyayangkan sikap wakil rakyat yang disebut mereka tidak mempertontonkan kebijaksanaan yang seharusnya diteladankan mereka kepada mereka, yang adalah pemilih dan rakyatnya.

Mayoritas diam yang tidak turun ke jalan itu menyampaikan "suara lain" dari yang selama ini diekspos media massa.

"Politik di Indonesia nggak penting banget, rumit. Demikian juga demonstrasi dan sidang paripurna," kata Ani Shobari, juga karyawan pada sebuah perusahaan pembiayaan nasional.

Namun, jangan anggap mereka tidak mengenal hal-hal detil. Rakyat awam agaknya menjadi "melek" politik, hingga nomor pasal peraturan hukum lainnya. Mereka menjadi "pintar" setelah media massa, terutama televisi, secara intensif "mengajari" mereka mengenai realitas politik.

"Sebenarnya sidang tidak boleh ditutup sepihak karena sudah ada aturannya di pasal 221 peraturan tata tertib DPR, sidang paripurna adalah yang tertinggi, semua bisa diubah di sidang paripurna," kata Aditya menunjuk penghentian persidangan DPR Selasa.

Sebagian dari "orang-orang kebanyakan" ini berharap para politisi konsisten dengan pendiriannya.

"Partai-partai politik harus konsisten dengan keputusan (pandangan akhir) Pansus Angket," sambung Ahmad Zaky, juga seorang karyawan bank BUMN.

Zaky juga ingin politisi dan parpol meneladankan hal-hal baik kepada masyarakat, termasuk konsistensi sikap. "Apa lagi partai-partai yang berlandaskan agama. Harus memberikan contoh yang baik," katanya.

Suara awam di kawasan Timur Indonesia lain lagi. Salah satunya Yosef Farianto Eu (24), Pegawai Negeri Sipil di Kabupaten Ngadha, Nusa Tenggara Timur.

Yosef menilai proses politik yang terjadi di Jakarta akan mengimbas ke daerah. Jakarta, katanya, menjadi "benchmark" proses politik serupa di daerah.

"Jika anggota Pansus bisa mengusut tuntas masalah Century, setidaknya dapat menjadi pelajaran dan pedoman bagi DPRD tingkat II dam I dalam menangani masalah aliran dana di daerah, mulai dari kabupaten dan kota sampai desa-desa," kata Yosef kepada ANTARA News.

Dengan demikian, sambung Yosef, lembaga-lembaga yang mengawasi keuangan di daerah bisa bekerja lebih efektif dan efisien.

Sebaliknya, Anton (43), pengojek di kawasan Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, justru tidak mempercayai DPR. "Paling tidak uangnya buat mereka," kata pria yang sejak 2005 menjadi pengojek itu.

Kebanyakan orang awam itu, ada usaha mencoba memahami dinamika politik yang terjadi di tingkat nasional.

"Walaupun masih terdapat beberapa ketimpangan dan sangat alot, inilah demokrasi dan perubahan yang jika diteruskan akan menjadi lebih baik di kemudian hari," kata Yosef.

Yosef mengakhiri kalimatnya itu dengan berkata, "Dengan demikian, rakyat tidak lagi ragu terhadap wakil rakyatnya dan kinerja pemerintahnya." (*)

Reporter: Liberty Jemadu
Editor : Jafar Sidik

Oleh
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010