New Delhi (ANTARA News/AFP) - Polisi di Kashmir India telah menangkap seorang perwira angkatan darat karena dituduh terlibat dalam penembakan seorang remaja bulan lalu yang menyulut protes keras di wilayah bergolak itu, kata seorang pejabat, Kamis.

Zahid Farooq, warga Kashmir yang berusia 16 tahun, tewas ditembak di dada oleh pasukan paramiliter pada 5 Februari ketika ia pulang bersama teman-temannya dari pertandingan cricket di Srinagar, ibukota musim panas Kashmir India.

Kematiannya itu mengarah pada protes di berbagai wilayah pegunungan Himalaya tersebut, dimana penduduk memendam sentimen yang dalam terhadap pasukan keamanan India. Insiden itu dipandang sebagai ujian bagi pihak berwenang India dan kemauan mereka untuk menangani kejahatan yang dilakukan personel militer.

R.K. Birdi, seorang komandan pada Pasukan Keamanan Perbatasan (BSF), menyerah di kantor polisi Srinagar pada Kamis pagi, kata seorang pejabat Tim Penyelidik Khusus (SIT) kepolisian, yang dibentuk untuk menyelidiki kasus itu.

"Ia secara resmi telah kami tahan. Ia kini diinterogasi mengenai peranannya dalam insiden penembakan itu," kata pejabat yang tidak bersedia disebutkan namanya itu.

Birdi, komandan Batalyon 68 BSF yang terlibat dalam penembakan itu, diberhentikan setelah dituduh memerintahkan anggotanya melepaskan tembakan ke arah sekelompok remaja yang mencakup Farooq.

Seorang prajurit BSF, Lakhvinder Kumar, mengakui bahwa ia menembakkan tiga peluru pada remaja-remaja tersebut, namun menyatakan melakukan hal itu atas perintah Birdi. Pernyataan ini dibenarkan oleh dua prajurit lain yang diinterogasi SIT.

Kashmir dilanda pemberontakan selama dua dasawarsa untuk menentang kekuasaan India, yang menurut angka resmi menewaskan lebih dari 47.000 orang.

Kashmir relatif stabil selama beberapa bulan, namun kekerasan militan meningkat dalam beberapa pekan terakhir ini.

Pada Januari, pasukan komando India menyerbu sebuah hotel di Srinagar dan membunuh dua militan yang bersembunyi di ruang tamu selama hampir 24 jam. Seorang warga sipil dan seorang polisi juga tewas dalam insiden itu, yang berbuntut pada bentrokan-bentrokan.

Kekerasan di Kashmir turun setelah India dan Pakistan meluncurkan proses perdamaian yang bergerak lambat untuk menyelesaikan masa depan wilayah tersebut.

Perbatasan de fakto memisahkan Kashmir antara India dan Pakistan, dua negara berkekuatan nuklir yang mengklaim secara keseluruhan wilayah itu.

Dua dari tiga perang antara kedua negara itu meletus karena masalah Kashmir, satu-satunya negara bagian yang berpenduduk mayoritas muslim di India yang penduduknya beragama Hindu.

Lebih dari 47.000 orang -- warga sipil, militan dan aparat keamanan -- tewas dalam pemberontakan muslim di Kashmir India sejak akhir 1980-an.

Pejuang Kashmir menginginkan kemerdekaan wilayah itu dari India atau penggabungannya dengan Pakistan yang penduduknya beragama Islam.

New Delhi menuduh Islamabad membantu dan melatih pejuang Kashmir India. Pakistan membantah tuduhan itu namun mengakui memberikan dukungan moral dan diplomatik bagi perjuangan rakyat Kashmir untuk menentukan nasib mereka sendiri.

Serangan-serangan pada 2008 di Mumbai, ibukota finansial dan hiburan India, telah memperburuk hubungan antara India dan Pakistan.

New Delhi menghentikan dialog dengan Islamabad yang dimulai pada 2004 setelah serangan-serangan Mumbai pada November 2008 yang menewaskan lebih dari 166 orang.

India menyatakan memiliki bukti bahwa "badan-badan resmi" di Pakistan terlibat dalam perencanaan dan pelaksanaan serangan-serangan itu -- tampaknya menunjuk pada badan intelijen dan militer Pakistan. Islamabad membantah tuduhan tersebut.

Sejumlah pejabat India menuduh serangan itu dilakukan oleh kelompok dukungan Pakistan, Lashkar-e-Taiba, yang memerangi kekuasaan India di Kashmir dan terkenal karena serangan terhadap parlemen India pada 2001. Namun, juru bicara Lashkar membantah terlibat dalam serangan tersebut.

India mengatakan bahwa seluruh 10 orang bersenjata yang melakukan serangan itu datang dari Pakistan. New Delhi telah memberi Islamabad daftar 20 tersangka teroris dan menuntut penangkapan serta ekstradisi mereka. (M014/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010