Jakarta (ANTARA News) - Mantan Walikota Jakarta Selatan, Dadang Kafrawi, Jumat ditahan di rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung terkait kasus pembebasan lahan pemakaman unit Budha di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Tanah Kusir, Jakarta Selatan.

Penahanan tersebut dilakukan sekitar pukul 11.00 WIB, setelah penyidik pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), melakukan pemeriksaan sejak Jumat (5/3) pagi.

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Marwan Effendy, di Jakarta, Jumat, menyatakan, Dadang Kafrawi ditahan terkait kasus pembebasan tanah untuk pemakaman Budha di TPU Tanah Kusir yang diduga merugikan keuangan negara Rp12,96 miliar.

"Menurut penyidik cukup kuat alasan tersangka untuk ditahan, karena dia yang menandatangani surat perintah tukar guling (pemakaman Budha). Uangnya bisa cair kalau ada tandatangan dia," katanya.

Seperti diketahui, dalam kasus tersebut, sembilan tersangka lainnya sudah menjalani hukuman setelah divonis oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.

Marwan beralasan tersangka saat kasus itu terjadi, menjabat sebagai Ketua Panitia Pembebasan Tanah (P2T).

Saat ditanya wartawan mengenai penahanan yang terhitung terlambat itu, ia menjawab untuk penahanan tidak bisa dilakukan begitu saja, karena harus ada alat bukti.

"Belakangan di persidangan (sembilan tersangka lainnya), diketahui bahwa kasus itu memang salah. Mau tidak mau harus dipertanggungjawabkan," katanya.

Kasus itu bermula saat tersedia kredit anggaran pembebasan tanah pengganti pemakaman unit Budha di TPU Tanah Kusir, Jaksel, berdasarkan Daftar Anggaran Satuan Kerja (DASK) bulan Juni sebesar Rp13,5 miliar.

Dana sebesar itu antara lain dialokasikan untuk pembebasan lahan sebesar Rp12,96 miliar dan berdasarkan hasil musyawarah yang tertuang dalam SK Walikotamadya Jaksel, harga tanah yang bersertifikat sebesar Rp1.032.000/m2 dan yang belum bersertifikat Rp928.800/m2.

Namun dalam pelaksanaannya diduga terdapat beberapa penyimpangan antara lain uang penggantian yang diterima oleh pemilik tanah berbeda dengan yang tertera dalam kuitansi.

Luas tanah digelembungkan (mark-up) dan dokumen tanah dipalsukan sehingga terdapat tanah yang sudah dibebaskan pada tahun 1976, namun pada 2006 dibebaskan lagi.

Akibatnya negara dirugikan sebesar Rp12,96 miliar.

(T.R021/S026)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010