Bengkulu (ANTARA News) - Anggota Komisi II DPRD Provinsi Bengkulu Siswadi mengakui, pihaknya menemukan lahan sawah yang cukup luas dialihfungsikan menjadi kebun kelapa sawit, sehingga membuat jaringan irigasi teknis menjadi mubazir.

"Kami menemukan itu saat kunjungan kerja di Kabupaten Seluma belum lama ini, seperti di Desa Rimbo Kedui. Masyarakat setempat sudah mengeluh dengan kondisi ini, bahkan tanaman padi mereka terancam tidak berproduksi maksimal," katanya di Bengkulu, Minggu.

Seharusnya air irigasi itu bisa mengairi areal persawahan, namun kenyataannya sudah menjadi kebun kelapa sawit, sedangkan tanaman padi justru tidak mendapatkan pasokan air.

"Sayang sekali, karena tanaman sawit tidak memerlukan air yang banyak dibandingkan tanaman padi, sedangkan keberadaan saluran irigasi itu tujuannya untuk mengairi sawah," jelasnya.

Dengan kondisi itu perlu ada tindakan pihak terkait untuk menertibkannya, karena dikhawatirkan bisa menyulut konflik masyarakat karena berebutan air irigasi.

Selain itu, pemerintah juga perlu mengevaluasi program irigasi pertanian, jangan sampai kondisi seperti ini meluas karena permasalahan seperti itu sudah terjadi di daerah lain.

"Jika itu dibiarkan akan menimbulkan krisis pangan, karena semua lahan pertanian ditanami kelapa sawit yang bisa membuat tanah gersang," ujarnya.

Karenya perlu memperbaiki sarana irigasi di bagian hilir karena irigasi di bagian hulu sudah banyak yang rusak.

Potensi persawahan yang belum dialiri air di Seluma cukup luas, seperti kawasan Pagar Rambat dan Talang Sali luas lahan masih efektif sekitar 200 Ha, jika ditanam padi akan menghasilkan puluhan ton gabah.

Bila perlu diprogramkan pembangunan jaringan irigasi baru, karena masih banyak potensi air yang belum digarap dengan maksimal.

Saat ini banyak petani berupaya membendung sungai secara swadaya, agar lahannya dialiri air.

"Program perbaikan irigasi hendaknya sejalan dengan pembagian traktor tangan yang diberikan Pemprov Bengkulu, agar air sawah tetap terpenuhi setiap saat," katanya. (Z005/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010