Jerusalem, (ANTARA News) - Serangan mematikan Israel terhadap sasaran-sasaran Hamas di Jalur Gaza memasuki pekan kedua pada hari Sabtu sementara upaya-upaya pembentukan gencatan senjata mengalami kebuntuan. Setelah berbagai faktor dalam apa yang menurut badan-badan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) makin bertumpuk, krisis kemanusiaan di wilayah miskin berpenduduk 1,5 juta warga Palestina itu kian merebak. Berdasarkan laporan AFP, di wilayah Palestina yang dicaplok Israel sejak perang 1967 itu, terjadi serangan udara setiap 20 menit, dan semakin banyak pada malamnya. Bombardemen Israel telah menyebabkan kerusakan yang sangat luas, dengan lebih dari 600 target serangan, termasuk jalan-jalan, infrastruktur, gedung-gedung pemerintah dan kantor-kantor polisi. Sistem kesehatan dibanjiri korban setelah selama 18 bulan serba kekurangan karena blokade Israel terhadap wilayah itu. Sedikit-dikitnya 435 orang Palestina tewas, hampir 3.000 orang lainnya cedera sejak 27 Desember, kata para petugas medis Gaza. Sekitar 250.000 orang tidak berpenerangan listrik. Satu-satunya pembangkit listrik di Gaza diputus pada 30 Desember untuk keenam kalinya sejak 5 November, karena kekurangan bahan bakar dan suku cadang. Sistem air bersih memberikan pelayanan setiap lima atau tujuh hari, dan 40 juta liter limbah dibuang ke Laut Tengah setiap harinya. Bahan bakar untuk pemanas dan gas untuk memasak menghilang di pasaran. Kotoran bertaburan di jalan-jalan setelah saluran pipa limbah utama dihantam serangan dalam beberapa kali kesempatan. Sekitar 80 persen penduduk Gaza tergantung bantuan kemanusiaan dan terjadi kelangkaan tepung, beras, gula, produk susu dan makanan kaleng. Israel telah mengizinkan tiap hari sekitar 60 truk bermuatan pasokan penting sejak 27 Desember. Angka itu meningkat dari beberapa bulan terakhir, tetapi masih jauh di bawah rata-rata 475 truk sebelum Juni 2007, ketika Hamas mulai mengontrol sepenuhnya Jalur Gaza. Saluran-saluran pipa di terminal Nahal Oz yang biasanya menangani semua impor bahan bakar Gaza hingga kini masih ditutup, sejak dimulainya operasi-operasi militer negara Yahudi itu. Sekolah-sekolah juga ditutup dan banyak digunakan sebagai tempat penampungan orang-orang yang meninggalkan rumah mereka. Sementara itu bank-bank juga masih tutup karena langkanya pasokan uang tunai.(*)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009