Jakarta (ANTARA News) - Pengamat politik dari The Indonesian Institute Indra J Piliang menyatakan, penangkapan teroris agar tidak dikaitkan dengan agenda politik yang sedang berlangsung di Tanah Air.

"Pemberantasan terorisme jangan dipolitisasi, seakan sebagai pengalihan isu besar di negeri ini," kata Indra, ketika dihubungi ANTARA, di Jakarta, Selasa malam.

Menurut Indra, semua pihak harus menyadari betul bahwa sel-sel teroris secara nyata masih aktif, solid dan terus menimbulkan korban di masyarakat, sehingga perlu keseriusan pemerintah mengatasinya tanpa mengkaitkannya dengan perkembangan politik yang terjadi di dalam negeri.

Ia menjelaskan, isu terbesar politik dalam negeri saat ini adalah kasus "bailout" (dana talangan) Bank Century, yang memakan waktu dan menghabiskan energi seluruh komponen bangsa.

"Penanganan kasus Century tetap harus dituntaskan melalui hukum, dan tidak berupaya membuatnya tumpang tindih dengan pembumihangusan terorisme," katanya.

Indra menuturkan, masyarakat sudah jenuh terhadap upaya sejumlah kalangan elit yang selama ini cenderung mempolitisasi penangkapan teroris.

"Sudah saatnya semua pihak rasional dalam menghadapi masalah terorisme. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, sebagai Kepala Negara juga jangan mengulangi kesalahan dengan memberi keterangan di depan publik bahwa dirinya menjadi incaran teroris. Tidak perlu diungkapkan secara terbuka, namun yang penting adalah unsur kewaspadaan dalam pengamanan ditingkatkan," tegasnya.

Untuk itu diutarakan Indra yang juga pernah menjadi peneliti politik pada The Centre for Strategic and International Studies (CSIS) ini, pemerintah perlu mendukung penuh keberadaan Detasemen Khusus 88 Anti-Teror (Densus 88) dan Kepolisian dalam menjalankan tugasnya.

"Pemerintah harus menjadikan Densus 88 setara atau bahkan melebihi Special Weapons and Tactics Unit (S.W.A.T) dengan membekali personelnya dengan senjata canggih, sehingga kemampuannya tidak saja menangani teroris tetapi juga dapat mengatasi kelompok bersenjata lainnya," katanya. (R017/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010