Banda Aceh (ANTARA News) - Pada awalnya banyak pihak kurang yakin jika di Aceh ada kelompok bersenjata jaringan teroris yang berlatih di pegunungan kawasan Jalin, Kecamatan Jantho, Aceh Besar, awal Maret 2010.

Dari pegunungan kawasan Jalin, sebagai pembuka pengejaran kelompok bersenjata jaringan teroris tersebut terus berkembang ke beberapa titik lainnya di wilayah Aceh Besar.

Polri menyebutkan bahwa di pedalaman kawasan Jalin tersebut telah dijadikan sebagai lokasi latihan bersenjata jaringan teroris dengan kekuatan diperkirakan mencapai 50 orang.

Informasi tentang adanya jaringan bersenjata dipedalaman Jalin itu berdasarkan laporan masyarakat. Kemudian polisi melakukan pengintaian selama beberapa bulan sebelum akhirnya dilakukan penyergapan lokasi.

Operasi kepolisian pun semakin intensif, tidak hanya melibatkan jajaran Polda Aceh, tapi juga personil khusus (Densus 88) Mabes Polri.

Puncaknya, peristiwa baku tembak terjadi di kawasan Kemukiman Lamtamot, kemudian bergeser ke Lamkabeu serta desa Telaudan, Kecamatan Seulimeum di Aceh Besar.

Baku tembak di kawasan Lamkabeu, Seulimeum, Aceh Besar, pada 4 Maret 2010, dua teoris diklaim tewas dan seorang warga sipil tertembak kelompok bersenjata teroris itu. Masih di Lamkabeu, Polri kehilangan tiga personilnya dalam baku tembak tersebut.

Dalam insiden baku tembak dengan kelompok teroris di kawasan pegunungan Seulawah, Aceh Besar itu, tercatat 11 personil Brimob Polda Aceh mengalami luka tembak.

Terakhir, polisi menembak mati dua tersangka teroris dan menangkap delapan orang lainnya dalam sebuah insiden di depan Mapolsek Leupung, Aceh Besar pada Jumat (11/3).

Hingga saat ini, polisi telah mengamankan sebanyak 31 orang yang diduga tersangka teroris dan empat lainnya dilaporkan tewas dalam insiden baku tembak dengan polisi di sejumlah titik di Aceh Besar dan Pidie.

Para tersangka dan barang bukti berupa senjata api dan atribut lainnya menunjukkan bahwa adanya jaringan terorisme beroperasi di Aceh tidak bisa terbantahkan.

Bahkan, beredar video rekaman di Aceh yang menyebutkan adanya pelatihan militer kelompok bersenjata namun lokasi yang dijadikan kamp latihan tersebut belum ada yang memastikan berlangsung di hutan kawasan Aceh Besar.

Kenapa Aceh?

Pengamat terorisme, Al Chaidar, menilai jaringan teroris Aceh Besar yang sedang diburu Densus 88 itu memiliki hubungan dengan kelompok teror Noordin M Top.

Kelompok teroris yang berlatih di Aceh Besar itu dinilainya memiliki kekuatan persenjataan cukup besar dan diduga dipasok dari Thailand dan Filipina Selatan.

Diduga jaringan teroris yang berlatih kawasan pegunungan Aceh Besar merupakan gabungan dari beberapa kelompok teror seperti dari Pandeglang, Cilacap, Sulawesi termasuk kelompok Poso.

Provinsi Aceh yang berpenduduk sekitar 4,6 juta jiwa itu secara geografis terletak di mulut Selat Malaka, yang merupakan salah satu jalur pelayaran tersibut dunia.

Perairan Selat Malaka diperkirakan menjadi target serangan dari kelompok teroris terhadap kapal-kapal yang melintas di perairan tersebut.

Pengamat teroris, Al Chaidar, menilai tekait dengan pemilihan Aceh Besar sebagai markas latihan kelompok tersebut di Aceh Besar dengan pertimbangan bahwa lokasi itu strategis karena memudahkan akses ke Thailand Selatan dan Malaysia.

Sementara itu, Gubernur Aceh Irwandi Yusuf, menilai teroris salah menjadikan wilayah Aceh sebagai tempat latihan mereka karena masyarakat "Tanah Rencong" jelas-jelas menolak kehadiran kelompok radikal tersebut.

M Yamin, warga Leupung menyatakan masyarakat Aceh sudah lelah hidup dalam suasana kekerasan dan mencekam saat konflik bersenjata puluhan tahun sebelum adanya perdamaian.

"Terus terang kita lelah dengan suasana itu. Baru sekitar empat tahun kita hidup dalam suasana aman dan damai, namun kenapa kini telah ada teroris bersenjata," katanya.

Pengejaran teroris terus meluas di beberapa titik, dan aparat kepolisian melakukan penjagaan ketat dengan menggelar razia di sepanjang jalan negara di Aceh.

"Apapun bentuk kelompok senjata seharusnya tidak menjadi Aceh sebagai tempat mereka. Kami berharap aparat kepolisian bekerja ektra menangkap para teroris yang telah membuat situasi Aceh tidak aman," kata Hanafi, warga lainnya.

Salah seorang ulama di Aceh Besar, Tgk M Luthfi, menyatakan tidak ada Dayah (Pondok pesantren/Ponpes) di Provinsi Aceh yang terkait dengan jaringan terorisme.

"Tidak ada teroris di Dayah di Aceh. Islam tidak membenarkan kekacauan dan kekerasan," tegas pimpinan Dayah Ruhul Fata, Kecamatan Seulimeuem, Aceh Besar, belum lama ini.

Sementara itu, Wagub Muhammad Nazar mengatakan bahwa Islam adalah agama "Rahmatan Lilalamin" yang memberi manfaat dan menghilangkan mudaharat bagi umat manusia.

Karenanya, ia menyatakan Islam tidak mentolerir kekerasan baik ideologi dan dalam bentuk apapun yang membawa nama agama.

"Karena itu, saya minta warga Dayah khususnya di seluruh Aceh, apakah ulama ataupun santrinya agar lebih sering melakukan program-program pengabdian sosial agama guna memberi pengetahuan kepada masyarakat tentang Islam yang sebenarnya," tambahnya.

Wagub juga berharap agar Dayah mampu menciptakan peradaban Islami, menjadi kontrol sosial dalam pembangunan serta memperkuat perdamaian yang telah terjalin pascakonflik di Aceh.

Konflik bersenjata puluhan tahun di Aceh yang menelan korban ribuan jiwa berakhir setelah adanya nota kesepahaman bersama antara Pemerintah dengan pihak Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Helsinki, Finlandia, 15 Agustus 2005.

Jangan Usik Aceh


"Jangan biarkan ada orang mengusik Aceh yang sedang damai dan membangun. Karena itu, peran ulama dan Dayah harus kita perkuat dalam kehidupan pembangunan di Aceh," tambah Muhammad Nazar.

Pemerintah Aceh, katanya memperlakukan Dayah sebagai lembaga pendidikan resmi yang harus dibina. Tetapi, syarat-syaratnya tetap distandarkan, termasuk kurikulum, manajemen, guru dan jumlah murid (santri).

"Hal itu bertujuan agar Dayah benar-benar kuat serta berperan dalam pembangunan di provinsi ujung paling barat Indonesia itu," kata Muhammad Nazar.

Kepala Desk Antiteror Kementeriaan Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Ansyaad Mbai mengatakan, aparat keamanan akan terus mengejar para tersangka teroris baik yang diperkirakan masih bersembunyi di Aceh maupun di wilayah lain di Indonesia.

"Aceh saat ini sedang berjuang untuk membangun pascakonflik dan situasi daerah yang damai ini terganggu oleh sekelompok orang yang menggunakan Aceh sebagai lokasi latihan teroris," tambahnya.

Kendati demikian, Ansyaad Mbai menyatakan ada nilai positif bahwa masyarakat dan Pemerintah Aceh bahu membahu bangkit melawan teroris.

"Positif masyarakat Aceh bangkit melawan terorisme. Memang ada beberapa warga Aceh yang terindikasi terlibat, tapi itu karena diperalat," tambahnya.

Keterlibatan warga Aceh dalam jaringan teroris itu karena diperalat, Ansyaad Mbai menjelaskan tokoh dan pendanaan kelompok bersenjata tersebut berasal dari luar provinsi ini.

Ketika ditanya soal kemampuan Polri yang belum mampu memberantas terorisme di Indonesia, ia menyatakan sehebat apapun aparat keamanan namun jaringan teroris tersebut sulit diberantas secara tuntas.

"Namun yang paling penting adalah jangan biarkan desa atau wilayah kita dijadikan sebagai tempat pelatihan mereka (teroris)," tambahnya.

Ia juga mengharapkan masyarakat, khususnya media massa agar tidak terjebak dengan skenario yang diperankan oleh teroris, misalnya dengan pemberian nama-nama kelompok atau jaringan mereka.

"Kita jangan terjebak dengan pemberian nama atau jaringan dari kelompok itu. Yang penting mereka adalah teroris, ya tetap saja teroris," kata Ansyaad Mbai.

Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Aceh Irjen Pol Aditya Warman mengatakan, masyarakat yang melaporkan keberadaan tersangka teroris patut diberi apresiasi.

"Nanti kita akan cari warga yang melapor itu, karena perlu kita beri apresiasi," katanya.

Menurut Kapolda, keberhasilan mengamankan sepuluh tersangka teroris di kawasan Leupung Kabupaten Aceh Besar pada Jumat sekitar pukul 10.00 WIB itu berdasarkan laporan masyarakat.

Warga mencurigai tersangka teroris saat mereka menumpang mobil angkutan umum jenis L300 di kawasan Lambaro Aceh Besar. Kecurigaan itu dilaporkan ke Koramil setempat dan anggotanya menginformasikan ke Polres.

Informasi tersebut ditindaklanjuti dengan melakukan sweeping di Mapolsek Leupung Aceh Besar hingga terjadi kontak tembak yang menewaskan dua tersangka teroris.

"Saya sampaikan terimakasih kepada seluruh masyarakat di Aceh Besar yang bersama-sama membantu polisi dalam memberantas aksi terorisme," kata Kapolda.

Keberhasilan melumpuhkan kelompok diduga teroris itu diharapkan lebih menenangkan masyarakat khususnya warga setempat yang diduga daerah mereka menjadi tempat persembunyiannya.

Sekitar dua pekan operasi kepolisian di Aceh Besar berhasil diamankan sebanyak 31 orang tersangka yang diduga kuat terkait dengan jaringan teroris, empat orang terpaksa dilumpuhkan karena melawan petugas.

Aparat kepolisian Polda Aceh yang diperkuat tim khusus (Densus 88) Mabes Polri, hingga kini terus melakukan pencarian terhadap orang-orang yang diduga terkait jaringan terorisme di Indonesia.

(T.A042/S026)

Oleh Oleh Azhari
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010