Kolombo (ANTARA News/AFP) - Mantan pemimpin militer Srilangka yang juga pemimpin oposisi pada hari Selasa menghadapi pengadilan perang, sehingga memungkinkannya dijatuhi hukuman lima tahun penjara jika tuduhan-tuduhan terbukti, yang menurut para pendukungnya bermotivasi politik.

Majelis beranggotakan tiga hakim jenderal berbintang dua telah ditunjuk untuk menyidangkan Sarath Fonseka, yang dituduh melakukan gerakan politik sementara dia masih menjabat komandan angkatan bersenjata, dan melakukan upaya-upaya yang tidak biasa.

Dua tuduhan berkaitan dengan politik dan pembelian peralatan militer akan disidangkan secara terpisah oleh majelis hakim yang sama, yang akan digelar secara tertutup karena pengadilan perang, menurut sumber pertahanan.

"Akan ada sekitar 35 saksi dan proses bisa dilakukan dalam beberapa pekan, jika bukan beberapa bulan," kata sumber itu, yang menolak disebut namanya, kepada AFP.

"Dalam persidangan itu dia akan menghadapi ancaman hukuman berkisar dua sampai lima tahun," katanya menambahkan.

Fonseka, yang ditahan oleh militer pada 8 Februari, dua pekan setelah kekalahannya dalam pemilihan presiden menghadapi Presiden yang sedang berkuasa Mahinda Rajapakse, disebut-sebut diajukan dalam sidang sebagai bagian dari dendam politik terhadapnya.

Dia dan Rajapakse, suatu ketika adalah sekutu yang mengakhiri perang sipil 37 tahun pada tahun lalu, kini menjadi musuh berat setelah pertarungan politik mereka.

Para pendukung mengatakan, penahanan dan persidangan Fonseka dirancang untuk menghentikan kampanyenya pada pemilihan legislatif pada 8 April, yang diperkirakan Rajapakse dia akan meraih kemenangan.

Jenderal purnawirawan 59 tahun itu telah menolak untuk bekerja sama dengan para pemeriksa militer, namun partainya, Partai Aliansi Demokratik Nasional, mengumumkan Senin bahwa dia akan diwakili oleh satu tim pengacara.

Belum jelas benar apakah dia akan hadir secara pribadi pada persidangan itu.

Para wartawan tidak akan diberi akses untuk menghadiri sidang militer di markas besar angkatan laut, di ibu kota Kolombo itu.

Fonseka ditahan setelah beberapa tokoh senior pemerintahan menyatakan, bahwa dia merencanakan kudeta militer dan bersekongkol untuk membunuh presiden, namun tak seorang pun menganggap ini adalah tuduhan serius baginya.

Rajapakse telah dituduh oleh musuh-musuh politiknya dan kelompok-kelompok hak asasi manusia (HAM) internasional menindas perbedaan pendapat dan mengetatkan genggamannya terhadap oposisi dan media, sejak dia terpilih kembali pada Januari 2010.

Pengadilan militer Selasa adalah pertama kalinya dilakukan sidang terhadap seorang panglima angkatan bersenjata di Srilangka, yang pada 1962 pernah menghadapi kudeta yang gagal.

Semua dari 11 tersangka kudeta 1962 dibebaskan oleh pengadilan tinggi yang memutuskan, bahwa mereka membantah adanya pengadilan yang jujur.

Bekas kepala pengadilan Srilangka, Sarath Silva, Senin menuduh pemerintah melanggar konstitusi dengan menyidangkan Fonseka di bawah undang-undang militer, di samping menerapkan sistem hukum normal yang mengizinkan pemeriksaan dilakukan secara terbuka.

Fonseka mengajukan keberatan atas penahanannya kepada Mahkamah Agung, yang persidangannya akan digelar pada 26 April.

"Saya tak mengerti mengapa Mahkamah Agung mengambil waktu lama untuk mendengar kasus ini, namun lembaga itu punya kekuasaan untuk menolak penemuan-penemuan yang dilakukan oleh pengadilan perang," kata Silva kepada para wartawan di Kolombo.

Fonseka dan Rajapakse adalah sekutu dalam menumpas pemberontak separatis Macan Tamil pada Mei lalu, yang mengakhiri perjuangan gerilya selama berpuluh tahun yang menewaskan sekitar 100.000 orang, menurut perkiraan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
(Uu.H-AK/A011/P003)

Pewarta:
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010