Jakarta (ANTARA News) - Dewan Komisaris PT Pertamina (Persero) meminta direksi melakukan perubahan aturan pengadaan impor minyak mentah yang telah berjalan selama setahun terakhir ini.

Permintaan tersebut tertuang dalam Memorandum Dewan Komisaris Nomor 072/K/DK/2010 tertanggal 22 Februari 2010 kepada Direktur Utama Pertamina yang salinannya diperoleh wartawan di Jakarta, Selasa.

Surat yang ditandatangani Pelaksana Tugas Komisaris Utama sekaligus Komisaris Independen Pertamina Umar Said itu merupakan tindak lanjut hasil rapat Dewan Komisaris dan direksi pada 16 Februari 2010.

Selain Umar, surat juga ditandatangani seluruh komisaris lainnya yakni Muhammad Abduh, Maizar Rahman, Sumarsono, dan Humayunbosha.

Sebagai tembusan surat adalah Menteri BUMN selaku rapat umum pemegang saham Pertamina dan Deputi Bidang Pertambangan, Industri Strategis, Energi, dan Telekomunikasi (PISET) Kementerian BUMN.

Dalam lampiran memorandum Dewan Komisaris Pertamina itu disebutkan pembelian minyak mentah secara langsung dapat dilakukan melalui perusahaan dagang (trader) yang memang ditunjuk perusahaan minyak nasional (national oil company/NOC).

Padahal, aturan pengadaan minyak yang berlaku sejak awal 2009 adalah melarang "trader" memasok minyak mentah secara langsung ke Pertamina dan hanya dibolehkan melalui NOC.

Selanjutnya, dalam lampiran memorandum juga disebutkan mengupayakan agar Petral, anak perusahaan Pertamina, dapat ditunjuk menjadi salah satu "trader" dari minyak mentah jenis azeri dari Azerbaijan dan minyak mentah NOC atau produsen lainnya.

Sebelumnya, perusahaan dagang, Socar Trading Singapore Pte Ltd yang sebagian sahamnya dimiliki NOC Azerbaijan diketahui telah menawarkan azeri sebanyak dua juta barel untuk suplai bulan April 2010 kepada Pertamina.

Namun, penawaran perusahaan yang terdaftar di Singapura tersebut telah ditolak Petral karena Socar hanyalah "trader" dan bukan NOC.

Vice President Communication Pertamina Basuki Trikora Putra yang dihubungi, enggan menanggapi memorandum Dewan Komisaris ke direksi tersebut mengingat surat bersifat internal.

Hanya saja, lanjutnya, Pertamina memang melakukan impor minyak mentah guna memenuhi kebutuhan kilang yang tidak tercukupi dari produksi dalam negeri.

"Acuan utama pengadaan impor minyak mentah adalah sesuai spesifikasi kilang dan mempunyai harga yang terbaik," katanya.

Menurut dia, selama ini, tender impor minyak mentah yang diikuti baik perusahaan dagang maupun NOC sudah berjalan dengan transparan dan menguntungkan Pertamina.

Tidak bole intervensi

Sementara itu, Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik Sofyano Zakaria mengatakan, pengadaan minyak merupakan kebijakan operasional yang menjadi kewenangan direksi.

"Dewan komisaris tidak boleh intervensi termasuk mengeluarkan memorandum tersebut," katanya.

Ia mengharapkan, direksi Pertamina berani menentang keinginan dewan komisaris itu.

Sebagian besar pengadaan minyak mentah Pertamina berasal dari dalam negeri yakni bagian pemerintah dan pembelian kontraktor kerja sama dan sedikit melalui impor.

Pada 2007, Pertamina tercatat membeli minyak mentah sebanyak 855.000 barel per hari.

Sebanyak 535.000 barel per hari di antaranya atau mencakup 65 persen berasal dari dalam negeri yakni bagian pemerintah dan pembelian kontraktor kerja sama.

Sedang, sebesar 320.000 barel per hari lainnya dilakukan melalui impor.

Komposisi impor minyak mentah itu adalah melalui kontrak jangka panjang 218.000 barel per hari atau 68 persen dan sewaktu-waktu (spot) 102.000 barel per hari atau 32 persen.

Kontrak jangka panjang selama ini dilakukan secara langsung dengan NOC melalui mekanisme antarpemerintah (G to G).

Sedang, pengadaan spot dilakukan melalui perusahaan dagang secara tender.
(T.K007/A011/P003)

Pewarta:
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010