Oleh karena itu, pemerintah harus mengkaji secara matang dan hati-hati, bahkan tidak perlu dilakukan dengan tetap mempertahankan kebijakan struktur tarif cukai yang ada
Jakarta (ANTARA) - Peneliti senior Universitas Padjadjaran (Unpad), Bayu Kharisma mengatakan jika simplifikasi tarif cukai tembakau diterapkan, akan memiliki potensi pada persaingan usaha yang cenderung monopoli.

"Oleh karena itu, pemerintah harus mengkaji secara matang dan hati-hati, bahkan tidak perlu dilakukan dengan tetap mempertahankan kebijakan struktur tarif cukai yang ada," kata Bayu dalam informasi tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu.

Menurutnya, untuk melihat pengaruh dari simplifikasi tarif cukai rokok terhadap penerimaan negara, harus menggunakan model dan metode ekonometrik. Data yang digunakan adalah panel data, di mana jenis rokok sebagai observasi dan waktu yang digunakan antara Januari 2014 - April 2019.

"Hasil analisis regresi menunjukkan, variabel simplifikasi tarif cukai rokok berpengaruh negatif signifikan terhadap variabel penerimaan negara. Hasil ini konsisten ketika kami menambah maupun mengganti variabel kontrol dari model. Turunnya penerimaan negara diduga diakibatkan adanya penurunan penjualan rokok setelah diberlakukan simplifikasi," tutur Bayu.

Dalam kesempatan berbeda, Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) mengkhawatirkan nasib para petani dan pekerja di industri hasil tembakau khususnya sektor sigaret kretek tangan (SKT), yang merupakan sektor yang banyak menyerap tenaga kerja, apabila tarif cukai hasil tembakau dinaikkan pada tahun depan.

"Di SKT itu rata-rata perempuan. Kalau mereka kehilangan pekerjaan, kasihan. Mereka adalah tulang punggung keluarga. Untuk tahun depan, harapannya SKT tidak perlu naik tarif cukainya dulu demi prioritas penyelamatan tenaga kerja,” kata Ketua Umum AMTI Budidoyo.

Rencana kenaikan tarif cukai rokok pada 2021 diperkirakan akan berdampak negatif bagi keberlangsungan industri hasil tembakau. AMTI pun berharap pemerintah dapat memprioritaskan keselamatan industri yang padat karya tersebut.

Dalam APBN 2021, penerimaan cukai tembakau ditargetkan naik sebesar 4,8 persen menjadi Rp172,8 triliiun. Penerimaan Cukai Hasil Tembakau (CHT) sendiri mencapai 11,9 persen dari total penerimaan perpajakan negara.

Angka tersebut belum termasuk retribusi daerah sebesar 10 persen dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) produk hasil tembakau. Secara keseluruhan, pemerintah memperoleh hingga 70 persen dari perolehan industri hasil tembakau.

Baca juga: AMTI khawatirkan nasib pekerja apabila tarif cukai dinaikkan
Baca juga: Industri hasil tembakau nilai kebijakan HJE rokok 100 persen tak tepat


 

Pewarta: Afut Syafril Nursyirwan
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2020