Yogyakarta (ANTARA News) - Muhammadiyah telah menghentikan kerja sama dengan lembaga asing "International Union Against Tuberculosis and Lung Disease", menyusul keluarnya fatwa haram merokok dari organisasi itu.

"Ada tudingan yang menyebutkan fatwa haram merokok yang dikeluarkan Muhammadiyah merupakan pesanan dari lembaga asing. Padahal, fatwa tersebut sudah diagendakan lama oleh Muhammadiyah," kata Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Din Syamsudin di Yogyakarta, Jumat.

Din Syamsudin berada di Yogyakarta menghadiri peresmian dimulainya renovasi Surau KH Ahmad Dahlan di Kauman.

Ia mengatakan dari hasil rapat pleno PP Muhammadiyah pada 16 Maret lalu, diperintahkan kepada Majelis Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial (MKKS) untuk menghentikan kerja sama dengan lembaga internasional itu.

"Sebenarnya, pihak yang menjalin kerja sama dengan lembaga internasional tersebut tidak hanya Muhammadiyah, tetapi juga lembaga lain yang ada di Indonesia," katanya.

Menurut dia, fatwa haram merokok bukan pesanan dari lembaga asing, tetapi semata-mata merupakan kepedulian Muhammadiyah untuk memberikan jawaban terkait dengan hukum merokok. "Apalagi Indonesia merupakan negara dengan jumlah perokok terbanyak urutan ketiga di dunia," katanya.

Ia mengatakan sebelum mengeluarkan fatwa haram merokok, kalangan ulama Muhammadiyah telah berpendapat bahwa merokok hukumnya "mubah" (boleh dilakukan).

Namun, fatwa tersebut kemudian dikaji, dan Muhammadiyah menyatakan merokok hukumnya "makruh" (dilarang, tetapi tidak ada konsekuensi jika dilakukan).

"Tetapi, berdasarkan kajian medis menyatakan banyak kerugian apabila merokok, yaitu terkait dengan penyakit jantung dan saluran pernapasan," katanya.

Selain itu, kata Din, pendapatan negara dari cukai rokok belum sebanding dengan uang negara yang harus dikeluarkan untuk menanggulangi penyakit akibat merokok.

Menurut dia, fatwa tersebut untuk memberikan landasan bagi warga Muhammadiyah dalam menyikapi kebiasaan merokok.

"Apabila tidak setuju, abaikan saja, atau memberikan argumen lain, kemudian mengeluarkan fatwa lain. Ulamanya jangan digugat," katanya.

Ia mengatakan fatwa haram merokok itu belum menjadi produk hukum tertinggi Muhammadiyah, karena belum menjadi suatu keputusan.
(U.E013/R009)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010