Jakarta (ANTARA News) - Setelah politisi PDIP, giliran tiga politisi Golkar mengaku juga menerima cek senilai ratusan juta rupiah terkait pemilihan Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) pada 2004 yang dimenangkan Miranda S Goeltom.

Tiga politisi Partai Golkar, TM Nurlif, Asep Rokhimat Sudjana, dan Antoni Zeidra Abidin, dalam kesaksiannya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Jakarta Senin, mengaku menerima cek dimaksud ketika menjadi anggota Komisi IX DPR RI periode 1994-2004.

TM Nurlif mengaku menerima 11 lembar cek senilai Rp550 juta. "Saya menerima dari pak Hamka Yandhu (terdakwa)," kata Nurlif.

Menurut dia, pemberian itu terkait dengan kebutuhannya, termasuk untuk kanpanye. Nurlif mengaku meminta tolong adiknya untuk mencairkan cek tersebut.

Sementara itu, Asep Rokhimat Sudjana mengaku menerima tiga lembar cek senilai Rp150 juta dari Hamka Yandhu.

Asep menerima uang itu di ruang rapat. "Saya kira itu untuk pertemanan," kata Asep tentang alasan pemberian cek.

Sedangkan Antony Zeidra Abidin mengaku menerima sepuluh lembar cek senilai Rp500 juta dari Hamka Yandhu.

Antony menduga pemberian itu terkait dengan kebutuhan dana untuk kegiatannya sebagai politisi Partai Golkar.

Dia mengaku mencairkan delapan lembar cek melalui bantuan seorang karyawan Bank Mega. Sedangkan sisa cek dicairkan oleh istri Antony dan tetangganya.

Pernyataan itu dibenarkan oleh mantan petugas marketing Bank Mega, Patrisiana Sibarani yang juga bersaksi dalam perkara tersebut.

Patrisiana mengaku menerima cek dari Antony dan Hamka Yandhu secara bertahap. Penyerahan terjadi di beberapa tempat termasuk di Hotel Sultan, Jakarta.

"Tapi paling banyak diserahkan di kantor," kata Patrisiana.

Atas permintaan Antony dan Hamka, Patrisiana memasukkan hasil pencairan itu ke rekening kedua orang itu di Bank Mega.

Sedangkan atas masukan atasan Patrisiana, Rosali Rosi, hasil pencairan itu disetorkan secara tunai ke Bank Mega. Penyetoran tidak melalui transfer karena butuh waktu lebih lama dan bisa tercatat dalam mekanisme pengawasan Bank Indonesia.

Berdasarkan dakwaan tim penuntut umum, ketiga orang itu adalah sebagian dari sejumlah anggota DPR RI periode 1999-2004 yang diduga menerima cek serupa.

Tim penuntut umum menguraikan, Fraksi Golkar mendapat alokasi cek senilai Rp7,3 miliar dari pengusaha wanita bernama Nunun Nurbaeti yang disampaikan melalui anak buahnya, Ahmad Hakim Safari MJ alias Arie Malangjudo.

Cek itu diambil langsung oleh Hanka Yandhu di ruang kerja Arie di sebuah kantor di kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Serah terima cek itu dilakukan setelah pemilihan Deputi Gubernur Senior BI pada 8 Juni 2004 yang dimenangkan oleh Miranda S. Goeltom.

Sejumlah lembar cek yang dimasukkan dalam kantong kertas berlabel warna kuning itu kemudian dibagikan kepada politisi Golkar yang lain, yaitu TM. Nurlif menerima cek senilai Rp550 juta, Baharuddin Aritonang (Rp350 juta), Antoni Zeidra Abidin (Rp600 juta), Akhmad Hafiz Zawawi (Rp600 juta), Bobby Suhardiman (Rp500 juta), Reza Kanarullah (Rp500 juta).

Kemudian Paskah Suzetta (Rp600 juta), Hengky Baramuli (Rp500 juta), Asep Rokhimat Sudjana (Rp150 juta), Azhar Mukhlis (Rp500 juta), dan Martin Bria Seran (Rp250 juta). Sementara itu, Hamka Yandhu menerima bagian paling banyak, yaitu Rp2,25 miliar.

Tim penuntut umum menjelaskan, beberapa hari sebelum penyerahan cek dan pemilihan Deputi Gubernur Senior BI, anggota Fraksi Partai Golkar telah mengadakan sejumlah pertemuan.

Salah satu pertemuan itu dilakukan di ruang rapat kelompok fraksi Partai Golkar Komisi IX di lantai 14 gedung DPR. Menurut tim penuntut umun, Paskah Suzetta dalam rapat itu menyatakan bahwa Partai Golkar telah memutuskan memilih Miranda sebagai Deputi Gubernur Senior BI.

"Saat itu juga ada pembicaraan informal tentang dukungan dana," kata penuntun umum Riyono.

Keputusan itu menjadi kenyataan setelah Miranda terpilih dalam pemilihan di Komisi IX DPR beberapa hari berikutnya.

(F008/S026)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010