Ashgabat (ANTARA News) - Sekjen PBB Ban Ki-moon mendesak Turkmenistan untuk memperbaiki catatan hak asasi manusianya, ketika ia memulai lawatan ke Asia Tengah, yang mencakup negara kaya minyak itu.

Ban telah mengadakan pembicaraan Jumat dengan Presiden Gurbanguly Berdymukhamedov, yang berkuasa di Turkmenistan setelah meninggalnya diktator Saparmurat Niyazov pada 2006.

"Saya minta pada pemerintah untuk memenuhi semua kewajiban menurut hukum hak asasi manusia internasional dan banyak perjanjian yang mereka tandatangani," kata Ban pada konferensi pers dengan Berdymukhamedov seperti dikutip AFP.

Presiden Turkmenistan itu telah menjanjikan pembaruan dan mengambil beberapa tindakan untuk membongkar warisan pendahulunya, meskipun beberapa pengkritik mengecam bahwa tindakan itu hanya riasan saja.

Masalah yang menjadi pusat perhatian dari perjalaaan Ban -- yang juga akan membawanya ke negara bekas Soviet lainnya, Kyrgyzstan, Uzbekistan, Tajikistan dan Kazakhstan -- diperkirakan mengenai non-proliferasi, perubahan iklim dan kerjasama regional.

"Ini kunjungan istimewa bagi kami. Ini tahap baru dalam kerjasama PBB dengan Turkmenistan," kata Berdymukhamedov saat ia menyambut Ban di ibukota Tukmenistan.

Tapi sekjen PBB telah mendapat tekanan untuk mendesak para pemimpin di kawasan itu berkaitan dengan catatan hak asasi manusia mereka, dengan kesemua negara dalam lawatannya. Para pengamat mengkritik negara-negara itu karena membatasi prose demokrasi dan kebebasan berekspresi..

Ban menyatakan ia telah mendesak pemerintah Turkmenistan untuk melaksanakan sepenuhnya rekomendasi mengenai HAM yang diajukan oleh negara-negara anggota PBB, termasuk ketentuan yang berkaitan dengan sistem penjara dan Konvensi Melawan Penganiayaan.

"Saya mendorong presiden untuk meningkatkan peran masyarakat madani dalam pembangunan dan modernisasi secara keseluruhan di Turkmenistan," ia menambahkan.

Dalam surat terbuka menjelang lawatannya, Human Eights Waech mendesak Ban untuk tidak mengabaikan masalah seperti penyiksaan dan kebebasan pers.

Banyak pihak menuduh Barat telah mengabaikan pelanggaran HAM yang dipercaya merajalela di kawasan itu, dalam upaya untuk menjamin kerjasama di Afghanistan dan perjanjian sangat mahal untuk minyak, gas alam dan logam mulia. (*)
AFP/S008

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010