Montreal (ANTARA News/AFP) - Seorang prajurit Kanada tewas dalam ledakan Minggu setelah menginjak bom rakitan selama patroli jalan kaki di dekat Kota Kandahar, Afghanistan, kata Departemen Pertahanan Nasional Kanada.

Prajurit itu diidentifikasi sebagai Tyler William Todd (26), tamtama yang berasal dari Kitchener, Ontario. Ia bertugas pada Batalyon I Princess Patricia Canadian Light Infantry, yang bermarkas di Edmonton.

Ledakan bom improvisasi itu terjadi di desa Belanday di distrik Dand, sekitar delapan kilometer dari Kota Kandahar.

Dengan kematian prajurit itu, jumlah personel militer Kanada yang tewas di Afghanistan menjadi 142 sejak 2002.

"Ia prajurit yang memiliki dedikasi tinggi dan sangat cekatan dalam segala tugasnya," kata Brigjen Kanada Daniel Menard kepada media di negara itu.

Kanada saat ini menempatkan 2.830 prajurit di Afghanistan, sebagian besar bertugas memerangi gerilyawan di provinsi bergolak Kandahar sebagai bagian dari Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO.

Para komandan NATO telah memperingatkan negara-negara Barat agar siap menghadapi jatuhnya korban karena mereka sedang melaksanakan strategi untuk mengakhiri perang delapan tahun di negara itu.

Marinir AS saat ini memimpin 15.000 prajurit AS, NATO dan Afghanistan dalam Operasi Mushtarak yang bertujuan menumpas militan, yang diluncurkan menjelang fajar Sabtu (13/2) untuk membuka jalan agar pemerintah Afghanistan bisa mengendalikan lagi daerah Helmand penghasil opium.

Ofensif itu dikabarkan mendapat perlawanan sengit dari Taliban, yang melancarkan serangan-serangan dari balik tameng manusia dan memasang bom pada jalan, bangunan dan pohon.

Presiden Hamid Karzai memperingatkan bahwa pasukan harus melakukan semua langkah yang diperlukan untuk melindungi warga sipil.

Saat ini terdapat lebih dari 120.000 prajurit internasional, terutama dari AS, yang ditempatkan di Afghanistan untuk membantu pemerintah Presiden Hamid Karzai mengatasi pemberontakan yang dikobarkan sisa-sisa Taliban.

Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al-Qaeda Osama bin Laden, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.

Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO berkekuatan lebih dari 84.000 prajurit yang berasal dari 43 negara, yang bertujuan memulihkan demokrasi, keamanan dan membangun kembali Afghanistan, namun kini masih berusaha memadamkan pemberontakan Taliban dan sekutunya.

Kekerasan di Afghanistan mencapai tingkat tertinggi dalam perang lebih dari delapan tahun dengan gerilyawan Taliban, yang memperluas pemberontakan dari wilayah selatan dan timur negara itu ke ibukota dan daerah-daerah yang sebelumnya damai.

Delapan tahun setelah penggulingan Taliban dari kekuasaan di Afghanistan, lebih dari 40 negara bersiap-siap menambah jumlah prajurit di Afghanistan hingga mencapai sekitar 150.000 orang dalam kurun waktu 18 bulan, dalam upaya baru memerangi gerilyawan.

Sekitar 520 prajurit asing tewas sepanjang 2009, yang menjadikan tahun itu sebagai tahun paling mematikan bagi pasukan internasional sejak invasi pimpinan AS pada 2001 dan membuat dukungan publik Barat terhadap perang itu merosot.

Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut.

Bom rakitan yang dikenal sebagai IED (peledak improvisasi) mengakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing di Afghanistan, menurut militer. (M014/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010