Surabaya (ANTARA News) - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menengarai penetapan harga obat di Indonesia dimainkan sejumlah pebisnis di sektor tersebut, seiring upaya menekan harga komoditas itu supaya kian terjangkau oleh pasar nasional.

"Sesuai data temuan kami, banyak komposisi harga yang berlaku saat ini memiliki komponen tidak wajar. Salah satu pemicunya, mayoritas pelaku bisnis obat memberlakukan besaran nilai distribusi dan promosi mendominasi biaya produksi," kata Komisioner KPPU, Ahmad Ramadhan Siregar, saat ditemui di Surabaya, Senin.

Biaya distribusi dan promosi, jelas dia, menyerap antara 50 persen hingga 90 persen dari total biaya produksi. Namun, biaya bahan baku obat itu hanya sekitar 10 persen.

"Semisal, biaya produksi pembuatan jenis obat tertentu sekitar Rp5.000,00 maka biaya distribusi dan promosi mencapai Rp4.000,00. Lalu, sekitar Rp1.000,00 sisanya merupakan biaya bahan baku," ujarnya.

Bahkan, ungkap dia, ada yang biaya bahan bakunya hingga delapan persen dari keseluruhan biaya produksi.

"Tindakan tersebut sudah di luar kewajaran," katanya menegaskan.

Dengan komposisi pembentukan harga tersebut, tambah dia, selama ini hak pasar obat nasional untuk mendapatkan akses harga yang murah belum terealisasi.

"Kondisi ini terlihat dari perkara yang kami tangani secara nasional. Dimana kami menemukan struktur harga obat yang tidak wajar," paparnya.

Akibatnya, kata dia, masyarakat kian dirugikan dengan tingginya harga pembelian obat. Di lain pihak, situasi ini adalah kesalahan seluruh pemangku kepentingan yang bergerak di sektor tersebut.

"Pemangku kepentingan itu di antaranya perusahaan farmasi, perusahaan besar farmasi (PBF) yang bertindak sebagai distributor, dokter, dan pihak apotek," tuturnya.

Sejumlah pihak tersebut, lanjut dia, ikut terlibat dalam menentukan besaran harga yang berlaku di pasar obat nasional selama ini.

"Mereka memberi kontribusi tertentu terhadap tingginya harga obat di seluruh pelosok Tanah Air," katanya menegaskan.
(T.C004/M012/P003)

Pewarta:
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010