Bogor (ANTARA News) - Kerja sama pemerintah Republik Indonesia dan Jerman dalam riset tentang ekosistem pantai selama 10 tahun terakhir telah melahirkan sekurangnya 25 magister (S2).

"Puluhan mahasiswa Indonesia lulusan S2 itu dilahirkan melalui `Sandwich Program` di Jerman," kata Sekretaris Eksekutif Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL) Institut Pertanian Bogor (IPB) Dr Ir Luky Adrianto di Bogor, Jawa Barat, Rabu.

Dalam program Ilmu untuk Perlindungan Ekosistem Pantai dan Laut di Indonesia (Science for the Protection of Indonesian Coastal Marine Ecosystems/SPICE) itu juga menghasilkan publikasi ilmiah dan peningkatan keilmuan, yakni lahirnya ilmu-ilmu baru

Setelah pembukaan lokakarya antarbangsa kluster-6 mengenai manajemen Pemerintah Indonesia tentang ekosistem laut dan pantai, ia mengemukakan kerja sama riset tersebut dimulai pada fase I tahun 2000-2005, fase II tahun 2005-2010, dan sedang dijajaki untuk fase III pada lima tahun mendatang.

Ia menjelaskan, program SPICE adalah salah satu program kerja sama Iptek di bidang kelautan antara Kementerian Riset dan Teknologi  Indonesia dan Kementerian Pendidikan dan Riset Jerman (BMBF) dan juga Badan Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan sebagai koordinator SPICE.

Program itu melibatkan berbagai lembaga riset dan universitas di Indonesia seperti IPB, Universitas Hassanudin, Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto dan Universitas Negeri Riau (Unri) dengan lokasi riset di wilayah pantai Jawa Tengah, Sumatra Bagian Timur, dan Sulawesi Selatan.

Program SPICE dibagi dalam enam kluster, yakni "Coral Reef Based Ecosystems and Resources" dengan koordinator Rahmansyah (RICA - Maros)‏ dan Jamalludin Jompa (Universitas Hasanuddin).

Selain itu, kluster "Strategies for a Sustainable Use of the Living Resources and Mariculture in Segara Anakan Lagoon" dengan koordinator Agus Kristyono (BPPT)‏ dan Edy Yuwono (Unsoed Purwokerto).

Berikutnya, kluster "Ecology and Aquaculture" dengan koordinator Endhay Kusnendar (BRKP) dan Ketut Sugama (DGA); dan kluster "Coastal Ecosystems Health" dengan koordinator Ali Suman (BRKP) dan Joko Samiaji (UNRI).

Kluster lainnya, "Marine Geology and Biogeochemistry" dengan koordinator Seno Adi (BPPT); dan kluster Governance and Management of Coastal Social Ecological Systems" dengan koordinator Agus Heri Purnomo (BRKP), Luky Adrianto (IPB Bogor) dan Agus Kristiyono (BPPT)‏.

"Tujuan utama dari program SPICE adalah masalah riset, sosial dan ekonomi yang berkaitan dengan manajemen ekosistem pantai di Indonesia dan sumberdayanya," katanya.

Selain memperkuat "database" riset tentang ekosistem pantai yang sudah ada, program itu juga mempromosikan pembangunan kapasitas dan infrastruktur di sektor kelautan di Indonesia dan Jerman yang  menunjang pendidikan dan perhatian dari masyarakat.

Program ini dilaksanakan melalui kerja sama dengan mitra yang berasal dari beberapa universitas di Indonesia dan Jerman, lembaga riset pemerintah dan sektor swasta untuk membangun jaringan dari kelompok‐kelompok terkait untuk mempromosikan dan memperkuat kemitraan pemerintah‐swasta dalam manajamen sumberdaya pantai dan dalam memecahkan masalah‐masalah daerah pantai yang mempunyai kepentingan umum.

Ia berharap jaringan seperti ini dapat menjadi pusat fokus untuk jaringan‐jaringan lokal untuk riset kelautan, pengembangan, dan pendidikan.

Program SPICE telah diimplementasikan tahun 2003 sampai tahun  2007 pada tahap pertama dengan menyediakan informasi penting tentang struktur dan fungsi dari ekosistem‐ekosistem pantai dan laut meliputi pohon bakau, terumbu karang, sistem‐sistem pelagis di
pantai maupun rawa gambut, dan perubahannya berasal dari intervensi manusia.

Hasil‐hasil itu telah diterapkan dalam kebijaksanaan manajemen oleh dinas‐dinas perencanaan lokal. Riset ini juga melakukan pengembangan proyek‐proyek yang  berkaitan dengan teknologi‐teknologi baru untuk daerah‐daerah pantai di laut dalam.

Program SPICE juga telah membangun "MERMAID" yang merupakan stasiun untuk memantau mutu air di Sungai Brantas, Jawa Timur.

Stasiun itu juga ditujukan sebagai "pilot project " untuk alih teknologi dari Eropa ke Asia, mengingat teknologi ini telah dilaksanakan dengan sukses di perairan Eropa.

Luky Adrianto menambahkan lokakarya dua hari (14-15/4) di PKSPL IPB itu menghadirkan para ilmuwan dari kedua negara yang memaparkan hasil-hasil penelitian di kedua negara.

(T.A035//E011/R009)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010