Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Asosiasi Konsultan Politik Indonesia (AKPI) Denny JA mengatakan, biarkan "tangan masyarakat" yang menentukan terpilih seseorang warga negara untuk menjadi kepala daerah, bukan "tangan pemerintah" karena akan menimbulkan problem baru.

"Tidak perlu menambahkan aturan resmi yang menyatakan harus berpengalaman dan tidak cacat moral. Biarkan masyarakat yang menentukan pilihannya. Karena di negara demokratis, "tangan masyarakat" lah yang menentukan. Bukan "tangan pemerintah" yang menentukan," kata Denny seusai bertemu mendagri Gamawan Fauzi di Jakarta, Jumat.

Denny mengemukakan hal tersebut terkait usulan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi tentang revisi UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pihak Mendagri yang mengajukan usulan revisi dengan menambahkan syarat "berpengalaman" dan "tidak cacat moral" bagi setiap bakal calon kepala daerah tetap mempertahankan syarat tersebut.

Mendagri mengaku sangat menghargai masukan yang diajukan Ketua Umum AKPI Denny JA. "Ini input yang sangat berarti bagi kami. Karena itu, ke depan, di minggu pertama setiap bulannya kami (Kementrian Dalam Negeri, Red) akan menggelar Coffe Morning untuk menjaring masukan lebih banyak lagi terkait usulan revisi ini," kata Mendagri Gamawan Fauzi.

Pengajuan syarat tersebut, menurut Mendagri, bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan mendapatkan yang terbaik untuk bangsa ini.

"Meski harus diakui, parameter moralitas terbilang absurd. Namun, paling tidak, yang memang sudah terbukti bersalah dan memiliki catatan pernah terlibat kasus hukum, akan menjadi batu sandungan bagi yang bersangkutan untuk menjadi kandidat. Dan perbedaan saya dengan Pak Denny JA, kalau saya menginginkan aturan ini masuk ke ranah pemerintah. Sedangkan Pak Denny biarkan di ranah masyarakat," kata Mendagri.

Menurut Denny JA, cacat moral sangat berbeda denga cacat hukum. Karena cacat moral tidak memiliki parameter yang jelas. Sedangkan cacat hukum, jelas. Ada catatan di kepolisian maupun pengadilan.

"Bagi kami, syarat-syarat yang diajukan ini menjadi tidak fair. Bisa dibayangkan jika ada orang yang pintar menyimpan aib (cacat moral, Red) nya, pasti ia tetap bisa lolos menjadi kandidat. Ini yang membuat syarat tidak cacat moral mustahil memenuhi unsur penting dalam hukum, kesamaan di depan hukum," kata Denny.

Oleh karena itu, kata Denny JA, syarat "tidak cacat moral" sungguh sulit diterapkan secara sama kepada semua calon kelapa daerah.

"Demokrasi memiliki cara sendiri untuyk menyeleksi pemimpinnya melalui "tangan masyarakat"’. Demokrasi memberdayakan partai politik dan pemilih untuk menyeleksi kepala daerah. Di era kompetisi yang ketat seperti sekarang, kasus yang sangat jarang sekali jika ada seseorang yang "tak berpengalaman" sekaligus "cacat moral" bisa terpilih menjadi pemimpin,” demikian Denny JA.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010