Bengkulu (ANTARA News) - Sekitar 150 orang warga dari empat desa di Kecamatan Talo Kecil, Kabupaten Seluma, Bengkulu, secara terang-terangan menjarah buah kelapa sawit milik PTPN VII Pering Baru.

"Penjarahan itu hanya berlangsung kurang dari satu hari, karena dihentikan polisi dari Polsek Talo," kata Manajer PTPN VII Bengkulu melalu Kabag Umum Fatahul, Minggu.

Menurut dia, warga menjarah sawit itu berasal dari empat desa yaitu Desa Pering Baru, Taba, Taba Kibun dan Padang Kelapo, terkait perjanjian sepihak hasil pemaksaan terhadap Administratur Kebun Pering Baru Ir H Nur Alsyarif beberapa hari lalu.

Warga yang didalangi Walhi Kabupaten Seluma itu merasa sudah berhasil memiliki kebun kelapa sawit seluas 518 Ha sesuai perjanjian yang ditanda tangani H Nur Syarif saat disandera selama tujum jam, Kamis (22/4).

Ia menjelaskan, tidak mungkin H Nur Alsyarif menyerahkan kebun milik negara secara pribadi ke masyarakat, tetapi masalah tersebut masih diselidiki secara intensif oleh pihak berwajib.

"Kita menyesalkan anggota Walhi memprovokasi masyarakat yang selama ini sudah rukun dan bersahabat dengan PTPN setempat," katanya.

PTPN VII dalam hal ini tetap berupaya mencari jalan terbaik bagi masyarakat setempat, namun kalau untuk memberikan aset negara itu secara cuma-cuma rasanya tidak mungkin, ujar Fatahul.

Namun, berkat pendekatan aparat kepolisian dengan tokoh masyarakat di empat desa tersebut, akhirnya dapat meredam emosi warga yang ingin memiliki kebun PTPN, bahkan hasil jarahan mereka sekitar beberapa ton diserahkan kembali ke PTPN.

Sebelumnya pejabat administratur PTPN VII Pering baru dipaksa ratusan massa untuk menandatangani perjanjian sepihak agar kebun kelapa sawit seluas 518 Ha diserahkan kepada mereka.

Ratusan warga empat desa wilayah itu sempat menyandera Ir H Nur Alsyarif selama tujuh jam agar menandatangani empat kesepakatan yang dibuat massa dan Walhi saat itu.

Kesepakatan yang ditandatangani secara paksa itu tidak sah, karena sudah melanggar hak asasi manusia secara perorangan, sedangkan masalah kebun adalah diputuskan oleh perusahaan negara tersebut.

Ia menjelaskan, kesepakatan yang dipaksa warga bersama Walhi itu adalah PTPN VII bersedia mengembalikan lahan seluas 518 Ha milik 120 warga di empat desa di Pering Baru tersebut.

Berikutnya PTPN bersedia membayar ganti rugi lahan milik warga selama dibuat kebun sejak belasan tahun silam. Warga meminta aparat Berimob ditarik dari lokasi kebun dan terakhir warga diperbolehkan memanen kebun kelapa sawit yang sudah dikapling.

Keempat kesepakatan itu, katanya, tidak sah dan hanya memaksakan diri untuk merebut kebun PTPN yang sudah berproduksi sejak belasan tahun silam.

"PTPN VII Bengkulu sekarang berkonsultasi dan mengupayakan secara hukum atas tindakan warga tersebut, karena berniat menyerobot aset negara," tandasnya. (Z005/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010