Hongkong (ANTARA News) - Kementerian BUMN menilai perusahaan milik negara berpotensi memperoleh pendanaan hingga Rp220 triliun, dari total aset yang dapat dijadikan jaminan transaksi atau "underlying aset".

"Underlying aset" dapat digunakan dalam rangka mencari pendanaan dari penerbitan obligasi maupun, sukuk (obligasi syariah," kata Deputi Menteri BUMN Bidang Restrukturisasi dan Privatisasi, Mahmudin Yasin, di sela "Indonesia Corporate Day", di Hongkong, Rabu.

Saat ini total aset 141 BUMN mencapai Rp2.200 triliun, jika 10 persen saja dijadikan "underlying aset, maka setidaknya sebesar Rp220 triliun berpotensi dapat ditarik dari pasar.

"Dengan potensi tersebut, maka pengembangan BUMN bisa jadi tidak lagi mengandalkan dana APBN, karena BUMN sudah dapat memenuhi kebutuhan pendanaan," tegasnya.

Menurut Yasin, dalam pencarian pembiayaan BUMN biasanya mengandalkan surat utang, pinjaman perbankan, maupun menawarkan saham perdana kepada publik (IPO).

"Daya serap pasar terhadap obligasi BUMN sangat besar, karena adanya jaminan pemerintah terhadap setiap surat utang yang diterbitkan," ujarnya.

Selain itu, sejumlah BUMN saat ini memiliki kinerja keuangan yang semakin bagus dari tahun ke tahun, tercermin dari peningkatan total laba BUMN.

Pada 2009, laba seluruh perusahaan "plat merah" mencapai Rp74 triliun, dan ditargetkan mencapai Rp92,7 triliun 2010.

Adapun aset diperkirakan bisa melonjak hingga lima kali lipat pada 2014, dari saat ini sekitar Rp2.200 triliun.

Meski demikian Yasin menambahkan, bahwa Kementerian BUMN tidak dapat mengambil keputusan sendiri untuk menjadikan aset BUMN sebagai "underlying" surat berharga, karena harus terlebih dahulu mendapat persetujuan Kementerian Keuangan dan DPR. (R017/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010