Kabul (ANTARA News/AFP) - Pasukan internasional melepaskan tembakan ke arah sebuah mobil di Afghanistan selatan, Jumat, menewaskan dua wanita dan seorang anak perempuan, setelah salah mengira mereka sebagai gerilyawan Taliban, kata Kementerian Dalam Negeri Afghanistan.

Korban-korban itu termasuk diantara lima warga sipil yang sedang melewati sebuah jalan raya di provinsi Zabul ketika mereka diserang tembakan, kata juru bicara kementerian itu, Zemarai Bashary, kepada AFP.

"Sebuah konvoi pasukan asing melepaskan tembakan ke kendaraan yang datang dari arah berlawanan, yang mereka pikir sebagai Taliban," kata Bashary. "Dua wanita dan satu anak perempuan tewas, dan satu wanita lain terluka."

Jati-diri prajurit-prajurit yang terlibat dalam penembakan itu masih belum jelas. Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO menyatakan belum menerima laporan mengenai insiden semacam itu di Zabul, namun mereka melakukan penyelidikan.

Insiden-insiden dimana pasukan AS dan NATO membunuh warga sipil Afghanistan setelah salah mengira mereka sebagai gerilyawan merupakan hal yang sangat sensitif dan telah menyulut protes marah publik selama konflik hampir sembilan tahun di Afghanistan.

Sehari sebelumnya, Kamis, Prancis mengakui bahwa pasukannya tanpa sengaja membunuh empat warga sipil di Afghanistan pada 6 April dalam serangan rudal yang ditujukan pada gerilyawan.

Serangan serupa yang melibatkan pasukan NATO sehari sebelumnya di daerah sebelah selatan lagi juga menewaskan empat warga sipil, termasuk seorang wanita dan seorang anak, kata aliansi tersebut pada saat itu.

Pengakuan militer Prancis itu disampaikan sehari setelah sedikitnya enam warga sipil tewas akibat ledakan bom rakitan pinggir jalan di Afghanistan timur, dalam insiden yang menyoroti jatuhnya korban-korban sipil dalam perang di Afghanistan.

PBB menyatakan bahwa sekitar 2.000 warga sipil tewas dalam kekerasan di Afghanistan setiap tahun.

Bom pinggir jalan diketahui kalangan luas sebagai senjata yang sering digunakan Taliban untuk menyerang sasaran-sasaran pasukan pemerintah Kabul dan militer asing yang mendukung mereka.

Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al-Qaeda Osama bin Laden, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.

Saat ini terdapat lebih dari 120.000 prajurit internasional, terutama dari AS, yang ditempatkan di Afghanistan untuk membantu pemerintah Presiden Hamid Karzai mengatasi pemberontakan yang dikobarkan sisa-sisa Taliban.

Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO berkekuatan lebih dari 84.000 prajurit yang berasal dari 43 negara, yang bertujuan memulihkan demokrasi, keamanan dan membangun kembali Afghanistan, namun kini masih berusaha memadamkan pemberontakan Taliban dan sekutunya.

Kekerasan di Afghanistan mencapai tingkat tertinggi dalam perang lebih dari delapan tahun dengan gerilyawan Taliban, yang memperluas pemberontakan dari wilayah selatan dan timur negara itu ke ibukota dan daerah-daerah yang sebelumnya damai.

Delapan tahun setelah penggulingan Taliban dari kekuasaan di Afghanistan, lebih dari 40 negara bersiap-siap menambah jumlah prajurit di Afghanistan hingga mencapai sekitar 150.000 orang dalam kurun waktu 18 bulan, dalam upaya baru memerangi gerilyawan.

Sekitar 520 prajurit asing tewas sepanjang 2009, yang menjadikan tahun itu sebagai tahun paling mematikan bagi pasukan internasional sejak invasi pimpinan AS pada 2001 dan membuat dukungan publik Barat terhadap perang itu merosot.

Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut.

Bom rakitan yang dikenal sebagai IED (peledak improvisasi) mengakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing di Afghanistan, menurut militer.
(M014/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010