Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menghukum 20 produsen minyak goreng untuk membayar denda senilai total Rp299 miliar karena terbukti membentuk kartel untuk menentukan harga minyak goreng.

Dalam pembacaan putusan yang dipimpin oleh anggota KPPU Dedie S. Martadisastra, di Jakarta, Selasa, disebutkan hanya PT Nagamas Palmoil Lestari yang tidak terbukti melanggar pasal 5 tentang larangan kartel dalam undang-undang antimonopoli.

"Karena terlapor 13 mengekspor 99 persen produknya, maka majelis memutuskan data terlapor 13 tidak perlu dipertimbangkan untuk analisa selanjutnya," kata Dedie.

Delapan belas perusahaan yang terbukti melanggar pasal 5, yaitu larangan membuat perjanjian dengan pesaing untuk menetapkan harga jual produk minyak goreng curah adalah PT Multimas Nabati Asahan, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Nabati Indonesia, PT Multi Nabati Sulawesi, PT Agrindo Indah Persada, PT Musim Mas, PT Intibenua Perkasatama, PT Megasurya Mas, PT Agro Makmur Raya, PT Miko Oleo Nabati Industri, PT Indo Karya Internusa, PT Permata Hijau Sawit, PT Nubika Jaya, PT Smart Tbk, PT Tunas Baru Lampung, PT Berlian Eka Sakti Tangguh, PT Pasific Palmindo Industri, dan PT Asian Agro Agung Jaya.

Sedangkan sembilan perusahaan dihukum karena melanggar pasal yang sama untuk pasar minyak goreng kemasan yaitu PT Multimas Nabati Asahan, PT Sinar Alam Permai, PT Multi Nabati Sulawesi, PT Miki Oleo Nabati Industri, PT Smart Tbk, PT Salim Ivomas Pratama, PT Bina Karya Prima, PT Tunas Baru Lampung, dan PT Asian Agro Agung Jaya.

Sembilan perusahaan tersebut juga terbukti melanggar pasal 11 UU No.5 tahun 1999 yang melarang pelaku usaha untuk membuat perjanjian dengan pesaingnya untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran barangnya yang dapat mengakibatkan praktek monopoli atau persaingan usaha yang tidak sehat.

Dua puluh perusahaan yang terbukti melakukan kartel minyak goreng dihukum denda masing-masing antara Rp1 miliar hingga Rp25 miliar.

KPPU menemukan adanya bukti komunikasi antarperusahaan tersebut berupa pertemuan langsung maupun tidak langsung pada 29 Februari 2008 dan 9 4ebruari 2009 yang membahas harga, kapasitas produksi dan struktur biaya produksi.

Selain itu, KPPU menemukan bahwa struktur industri minyak goreng curah dan kemasan terkonsentrasi pada beberapa pelaku usaha saja. KPPU juga menemukan adanya harga paralel dan praktek fasilitasi melalui "price signalling" dalam kegiatan promosi dalam waktu yang berbeda.

Praktek kartel tersebut dinilai telah merugikan konsumen sebesar total Rp1,5 triliun selama periode April-Desember 2008.

Menurut Dedie, pada periode itu telah terjadi penurunan harga CPO yang sangat signifikan namun tidak direspon secara proporsional oleh 20 perusahaan itu dalam menetapkan harga jual produknya.

Padahal, CPO merupakan bahan baku utama pembuatan minyak goreng yang harganya mencakup 87 persen dari total biaya produksi minyak goreng.

Atas keputusan KPPU tersebut, kuasa hukum PT Multimas Nabati Asahan, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Nabati Indomesia, dan PT Agrindo Indah Persada, Rori Rinto Harsa Wardhana mengatakan akan melakukan konsultasi dengan kliennya sebelum mengambil keputusan banding.

"Kami akan koordinasi dengan klien kami dulu dan menunggu putusan diterima," ujarnya. (E014/B012/R009)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010