Batam (ANTARA News) - Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Batam, Nada Faza Soraya, menilai Sri Mulyani Indrawati selaku menteri keuangan belum menuntaskan daftar negatif untuk Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) Batam.

Akibatnya "master list" masih berlaku sehingga pelaksanaan KPBPB Batam masih abu-abu (belum tegas), kata Nada di Jakarta ketika dihubungi dari Batam, Rabu, berkaitan dengan mundurnya Sri Mulyani dari posisi menkeu karena akan menduduki jabatan Direktur Pelaksana Bank Dunia.

Dengan "master list", perusahaan harus yang terdaftar dan membuat rencana pemasukan barang secara rinci untuk jangka setahun. Padahal bila dengan sistem "negative list" (daftar negatif) yang diusulkan kalangan dunia usaha, maka Bea dan Cukai hanya tinggal memastikan bukan barang terlarang (negatif) yang dimasukkan pengusaha ke Batam.

Kendati belum menanggulangi penghambat arus barang ke KPBPB Batam, Sri Mulyani selaku menkeu, kata Nada, adalah pemimpin yang cepat menangkap pokok permasalahan dan segera bertindak, misalnya dengan mempermudah perizinan usaha melalui sistem pelayanan satu pintu.

Pada akhir 2009, Sri Mulyani pun merevisi tiga peraturan menteri keuangan (PMK) yang tidak sesuai dengan KPBPB.

Menteri menerbitkan PMK No 240/04/2009 tentang Tata Cara Pengawasan, Pengadministrasian, Pembayaran, serta Pelunasan PPN/PPNBM atas Pengeluaran dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak dari Kawasan Bebas ke Tempat Lain ke Dalam Daerah Pabean ke Kawasan Bebas.

Kemudian PMK No 241/04/2009 tentang Pemberitahuan Pabean dalam Rangka Pemasukan dan Pengeluaran Barang ke dan dari Kawasan yang Telah Ditunjuk sebagai KPBPB, serta PMK No 242/04/2009 tentang Tata Cara Pemasukan dan Pengeluaran Barang ke dan dari Kawasan yang Telah Ditunjuk Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.

Peraturan lain, PMK 240/04/2009 merupakan pengganti PMK 45/2009. PMK 241/04/2009 pengganti PMK 46/2009, sedang PMK 241/04/2009 adalah pengganti PMK 47/2009.

Meski demikian, kata Nada, Sri Mulyani tidak bisa berjalan sendiri dalam mempercepat kemajuan KPBPB sebab menyangkut kordinasi lintas-sektoral.

Kendala lain, kata dia, di Batam belum ada pembagian kewenangan dan koordisasi yang harmonis antara Pemerintah Kota Batam, Otorita Batam, dan Badan pengusahaan Batam.

"Sementara itu pula `penyakit` di lingkungan keuangan pun tidak bisa cepat diselesaikan sebab sudah kronis ibarat penyakit kanker atau diabetes akut," katanya.

Nada menyatakan bangga Sri Mulyani yang perempuan akan menjadi orang nomor dua di Bank Dunia.

Ketua Kadin Batam mengharapkan pengganti Sri Mulyani di Kementerian Keuangan adalah sosok yang minimal sama cerdik, cepat menangkap permasalahan dan bertindak, serta lebih arif.

Untuk percepatan kemajuan KPBPB Batam, kata Nada, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian hendaklah lebih tampil berperan.

Selain itu, kata Nada, Batam, Bintan, dan Karimun yang berstatus KPBPB akan maju dengan cepat bila syahbandar diperankan sebagai otoritas pelabuhan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.

Berdasarkan UU itu, kata Nada, secara nasional pun harus dibentuk Penjaga Laut dan Pantai Indonesia sehingga hanya satu instansi yang berhak memeriksa ke kapal dan kalau ada temuan menyerahkan proses hukumnya di darat ke masing-masing instansi terkait. (A013/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010