Mataram (ANTARA News) - Gubernur TGH M Zainul Majdi menyurati Bupati Lombok Utara, NTB, terkait dengan protes sejumlah wisatawan dan masyarakat penyayang binatang, bahwa kuda penarik cidomo di objek wisata tiga gili Trawangan, Meno dan Air, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara, hidup tersiksa.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata NTB, Lalu Gita Ariadi, di Mataram, Kamis, mengatakan, Gubernur telah memerintahkan pihaknya untuk melakukan sesuatu, karena `penyiksaan` binatang itu akan mengurangi pesona, daya tarik, atraksi dan panorama alam yang sudah bagus.

Selain itu, kata Gita, pihaknya juga mencoba berkomunikasi dengan koperasi, dengan harapan para pemilik angkutan pedesaan itu diberi pinjaman untuk merevitalisasi `cidomo`, agar menjadi lebih baik dan menggunakan kuda penarik yang lebih sehat.

Dengan cara ini, menurut dia, para wisatawan yang berkunjung dan berlibur di objek wisata tersebut merasa lebih aman dan nyaman menggunakan cidomo, yang merupakan satu-satunya alat transportasi yang ada di objek wisata tiga gili itu.

"Kami akan memantau terus keberadaan angkutan pedesaan di Gili Terawangan. Para pemilik cidomo diharuskan terus memelihara kesehatan kuda-kuda yang digunakan agar para wisatawan merasa nyaman selama berlibur di objek wisata yang ramai dikunjungi wisatawan mancanegara dan nusantara itu," kata Gita.

Gita mengatakan, pihaknya juga telah bersurat secara langsung ke Penjabat Bupati Lombok Utara, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan serta Dinas Koperasi dan UMKM untuk memantau permalahan ini.

"Kami juga akan melakukan koordinasi dengan Pemkab Lombok Utara untuk membahas permasalahan tersebut secara khusus," ujarnya.

Cidomo merupakan satu-satunya alat transportasi di objek wisata Gili Terawangan, Meno dan Gili Air. Tidak ada kendaraan bermotor, agar tidak terjadi polusi di objek wisata yang menjadi ikon pariwisata NTB itu.

Belum lama ini media massa menyiarkan kuda-kuda yang digunakan sebagai penarik alat transportasi tradisional (cidomo) di Gili Trawangan hidup dalam kondisi memprihatinkan, karena tidak mendapatkan perawatan yang baik.

Para wisatawan mancanegara yang mengunjungi objek wisata terkenal tersebut memprotes perlakuan tidak layak kepada hewan tersebut, bahkan organisasi penyayang binatang "Jakarta Animal Aid Network (JAAN) mengaku pada tahun lalu menerima banyak komplain dari para wisatawan tentang perlakuan buruk terhadap kuda yang menjadi satu-satunya alat transportasi di objek wisata tiga gili tersebut.

Informasi serupa juga juga diperoleh dari "People for the Ethical Treatment of Animals (PETA) dengan menyebut kuda-kuda yang bekerja sebagai penarik cidomo di pulau-pulau itu menjalani hidup sengsara.

Selain itu kuda-kuda tersebut juga tidak mendapat tempat perlindungan dari matahari selama jam kerja dan tidak ada dokter hewan yang akan menangani kuda jika sakit, serta tidak ada tukang besi yang membuat sepatu kuda di pulau tersebut.

Beberapa pemilik juga tidak memotong kuku kudanya, dan ironisnya hewan tersebut hanya disediakan air asin untuk minum karena para pemilik tidak membeli air bersih

Kondisi ini mengakibatkan masa hidup rata-rata kuda di Gili Trawangan hanya tiga tahun, sementara kuda di tempat lain biasanya dapat mencapai usia empat puluh tahun lebih.
(T.M025/C/H-KWR/R009)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010