Jakarta (ANTARA News) - Keputusan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyetujui pemberian bonus atau tantiem kepada jajaran direksi BNI senilai 2,29 persen dari laba bersih atau Rp56,7 miliar dipersoalkan Federasi Serikat Pekerja (FSP) BUMN.

"Keputusan itu sungguh patut disayangkan. Kami menuntut menteri BUMN membatalkan persetujuan itu," kata Ketua Presidium FSP BUMN Bersatu, FX Arief Poyuono, di Jakarta, Kamis.

Dikatakannya, keputusan persetujuan pemberian tantiem Rp56,7 miliar itu patut disayangkan karena diambil di tengah melambatnya perekonomian negara secara keseluruhan.

Dari segi jumlah, lanjutnya, pemberian tantiem kepada direksi BNI itu juga terlalu besar mengingat BNI adalah perusahaan BUMN yang sebagian besar sahamnya dimiliki oleh negara.

"Seharusnya dana yang dipergunakan untuk tantiem para direksi tersebut disetorkan kepada pemegang saham yang salah satunya adalah pemerintah dalam bentuk deviden agar bisa dipergunakan untuk peningkatan kesejahteraan rakyat," kata Arief.

Menurut dia, direksi BNI tidak layak mendapatkan dana tantiem yang demikian besar mengingat gaji dan fasilitas yang mereka terima sudah sangat besar, apalagi direksi juga mendapat hak untuk membeli saham dengan harga khusus.

FSP BUMN Bersatu juga menuntut menteri BUMN melakukan penghentian sementara pemberian fasilitas berlebih di luar gaji kepada direksi dan komisaris BUMN dan mengevaluasi secara serius dan menyeluruh kebijakan itu.

Menurut Arief, ada kemungkinan tidak dihentikannya fasilitas berlebihan di luar gaji terhadap direksi dan komisaris BUMN dilatarbelakangi fakta banyaknya pejabat di kementerian BUMN yang juga merangkap komisaris di BUMN.

"Kemungkinan besar sudah terjadi konflik kepentingan," katanya.
(S024/O001/P003)

Pewarta:
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010