Makassar (ANTARA News) - Penahanan tersangka kasus korupsi pembebasan lahan kampus Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP) Makassar, Zul (41) di Rumah Tahanan Kelas I Makassar hanya berlangsung enam jam kemudian di rujuk ke Rumah Sakit Polri (RSP) Bhayangkara.

Pemantauan di Rutan Makassar, Rabu, tersangka yang juga Camat Biringkanaya, Zul sempat dirawat di poliklinik Rutan Kelas I Makassar selama lima empat jam akhirnya dirujuk ke RSP Bhayangkara setelah kondisi kesehatannya yang semakin menurun dengan jarum infus di tangan kiri tersangka.

Di ruangan poliklinik, Zul ditemani sejumlah kerabatnya termasuk istinya, Meliana, yang mengenakan kaus oblong abu-abu. Serta kuasa hukumnya, Amran Alimuddin dan Hasbi Abdullah juga sempat mendapinginya. Sementara dari Kejari Makassar, yakni Andi Hasanuddin dan Bambang yang keduanya merupakan staf ketua tim penyidik, Amir Syarifuddin.

Selain kerabat dan pengacaranya, dokter Rumah Sakit (RS) Ibnu Sina yang sempat menanganinya selama sepekan yakni dr Yunus Patau SpPd mengutus asistennya dr Fonny Josh untuk memeriksa keadaannya.

Kuasa hukum Zul, Hasbi Abdullah mengatakan, jika lambung kliennya tersebut tiba-tiba mengalami gangguan sehingga harus dirujuk ke rumah sakit. Sakitnya mulai dirasakannya sekitar pukul 17.00 Wita di ruang

Mappinaling, dan mendapat perawatan medis sekitar pukul 19.00 Wita.

"Dokter yang didatangkan dari RS Ibnu Sina menyatakan bahwa Zul harus segera dirujuk ke rumah sakit, begitupula dengan dokter poliklinik Rutan," ujar Hasbi.

Sebelum dijebloskan ke Rutan Kelas I Makassar, tersangka memang sudah di rawat di RS Ibnu Sina karena kondisi kesehatannya yang labil saat mulai menjalani pemeriksaan selama dua bulan terakhir.

Zul ditetapkan tersangka oleh penyidik Kejari Makassar sejak Selasa (11/5) pekan lalu dan baru sekarang dijebloskan ke rutan. Tiga rekannya yang lain yakni Direktur PIP Makassar; ABH, Pejabat Pembuat

Komitmen (PPK) Kas dan Lurah Untia Makassar, Ard sudah lebih dulu mendekam, di Rutan.

Dalam kasus pembebasan lahan kampus PIP Makassar seluas 74 hektare itu, negara diduga telah dirugikan sebesar Rp14,5 miliar karena anggaran yang dikucurkan pemerintah pusat sebesar Rp59,5 miliar menyisakan Rp14,5 miliar.

Pembayaran yang dilakukan oleh kuasa anggaran hanya sekitar Rp45 miliar terhadap 31 kepala keluarga (KK) yang mempunyai lahan sekitar 55,5 hektare lebih. Sisanya sekitar 18,5 hektare diklaim sebagai lahan milik Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar. (Ant/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010