Jakarta (ANTARA) - Hipotermia tak hanya bisa dialami orang-orang di wilayah yang memiliki suhu sangat dingin, tetapi juga di Indonesia dengan iklim tropis, salah satunya seperti yang rentan dialami para korban banjir atau para pendaki gunung.

Kondisi ini secara teknis terjadi saat suhu tubuh rendah misalnya saat seseorang menghabiskan waktu terlalu lama di suhu dingin dan tubuh mulai kehilangan panas lebih cepat, ungkap Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC).

Ketika suhu tubuh Anda terlalu rendah yakni di bawah kisaran suhu tubuh normal 36-37 derajat Celcius, maka ini bisa mempengaruhi otak. Jika otak seseorang tidak berfungsi dengan baik, mereka mungkin tidak menyadari bahwa tubuhnya menderita hipotermia.

Pakar dermatologi di Mount Sinai, New York, Joshua Zeichner seperti dilansir dari Health, Rabu mengatakan, bayi dan orang berusia lebih tua berisiko lebih tinggi menderita hipotermia daripada orang-orang dalam kelompok usia lainnya.

Baca juga: Musim dingin, ancaman terakhir buat anak-anak di wilayah krisis

Baca juga: Hati-hati, virus flu berkembang di suhu lebih dingin


Gejala yang biasanya dialami antara lain gemetaran, kelelahan, lupa, mengantuk, merasa bingung dan cadel. Pada bayi, menurut CDC gejalanya khusus seperti kulit menjadi dingin dan berwarna kemerahan.

"Tubuh mendorong aliran darah menjauh dari kulit, lokasi yang tidak diperlukan (aliran darah) sebanyak organ inti. Kulit akan pucat karena aliran darah berkurang," kata Zeichner.

Selain pucat, kulit juga akan bisa terasa bersisik atau kering karena paparan suhu dingin.

"Dalam kasus yang parah, hipotermia dapat menyebabkan kerusakan permanen pada organ dalam dan kulit, mirip dengan cedera terkait dingin lainnya, seperti radang dingin," tutur Zeichner.

Lalu pertolongan apa yang bisa dilakukan?

Gejala bingung dan hilang ingatan yang muncul bisa bisa membuat penderita tak bisa menahan diri setelah hipotermia mengenainya. Inilah alasan sangat penting bagi orang-orang memperhatikan jika seseorang di sekitarnya mulai menunjukkan gejala kondisi tersebut.

Dokter di Cleveland Clinic, Baruch Fertel menyarankan, saat muncul rasa menggigil, segeralah bawa penderita mencari bantuan medis. Saat itu, tubuh pada dasarnya menyerah pada taktik yang digunakannya untuk mencoba tetap hangat.

Menurut dia, gejala lain yang harus segera mendapat perhatian medis adalah perubahan status mental penderita.

Biasanya, para pendaki gunung akan membuat rekan-rekannya yang dicurigai hipotermia untuk terus bergerak sembari memberinya pakaian atau benda yang membantu menghangatkan tubuh. Mereka juga sebisa mungkin membuat rekan mereka itu tetap tersadar.

Tapi secara umum, CDC merekomendasikan sebisa mungkin memindahkan penderita ke ruangan atau tempat yang lebih hangat; melepas pakaian basah dan menggantinya dengan lapisan yang hangat dan kering, dan memberi mereka cairan hangat, selama mereka sadar dan mampu meminumnya.

Baca juga: Ganti baju basah karena banjir cegah hipotermia, kata PDEI Jakarta

Baca juga: Mengapa perempuan gampang kedinginan dibanding laki-laki?

Baca juga: Demam dengue atau COVID-19, kenali beda gejalanya

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2020