Teheran (ANTARA News) - Iran menganggap sepi ancaman sanksi baru kepadanya setelah Brazil dan Turki mendesak PBB menunggu hasil pembicaraan nuklir sebelum tunduk pada tekanan AS.

Presiden AS Barack Obama mengatakan dia puas dengan perkembangan yang terjadi setelah Rusia dan China menyokong draft resolusi berisi sanksi baru yang lebih keras kepada Iran yang akan disampaikan ke Dewan Keamanan PBB.

"Kami telah menyepakati perlunya Iran untuk mematuhi kewajiban-kewajiban internasionalnya atau menghadapi sanksi dan tekanan yang lebih keras, termasuk sanksi PBB," kata Obama setelah menerima kunjungan Presiden Meksiko Felipe Calderon.

"Dan saya gembira karena kami mencapai kesepakatan dengan mitra P5 plus 1 kami mengenai sebuah resolusi yang kuat yang kini kami bagi bersama dengan mitra-mitra di Dewan Keamanan."

Namun para anggota Dewan Keamanan lainnya seperti Turki dan Brazil mendesak badan dunia itu untuk tidak mengenakan sanksi baru sampai Iran diberikan waktu untuk menghormati kesepakatan yang Iran langgar, mengenai pengakayaan uranium sebagai bahan bakar nuklir.

"Brazil dan Turki meyakini bahwa saat ini adalah waktunya untuk memberi kesempatan bagi negosiasi dan menghindari tekanan yang merugikan solusi damai," demikian bunyi surat dari dua menteri luar negeri kedua negara.

Kedua negara mensponsori perjanjian damai Senin yang mereka sebut sebagai langkah maju untuk mengakhiri perseturuan lama antara Iran dengan Barat. namun Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton menyebut kesepakatan itu sebagai upaya Teheran menghindari sanksi yang lebih keras.

Di bawah kesepakatan itu, Republik Islam Iran sepakat memindahkan cadangan uranium diperkayanya ke tetangganya Turki, dengan barter minyak untuk riset kedokteran nuklir.

"Kesepakatan ini adalah bahwa fakta baru yang harus dievaluasi," kata Menteri Luar Negeri Brazil Celso Amorim, yang mengetuai negosiasi Iran-Brazil-Turki itu.

Iran yang berkilah aktivitas pengayaan nuklirnya murni untuk pengadaan energi damai dan tidak ditujukan untuk memproduksi bom atom seperti ditakutkan Barat, menyebut upaya internasional untuk menerapkan sanksi baru itu lemah.

"Pembicaraan mengenai penerapan sanksi itu meredup dan resoluasi ini adalah langkah terakhir Barat," demikian kantor berita Fars mengutip Wakil Presiden Ali Akbar Salehi, yang mengepalai organisasi energi atom Iran.

Draft resolusi baru ini yang akan diajukan ke Dewan Keamanan PBB ini diantaranya menyangkut pemeriksaan kapal kargo dan pengawasan perbankan.

Draft itu akan diperluas sebagai embargo senjata dan tekanan terhadap sektor perbankan Iran, disamping larangan aktivitas sensitif seperti pertambangan uranium dan pengembangan misil balistik.

Draft ini disetujui oleh lima anggota permanen Dewan Keamanan PBB, plus Jerman, yang sudah lebih dari memuaskan AS, setelah berbulan-bulan membujuk Moskow dan Beijing untuk menyetujui draft itu.

"Kami mendukung kesepakatan itu," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Ma Zhaoxu.

Menyangkut surat Brazil dan Turki, China menolak mengomentarinya, sedangkan Rusia hanya menyatakan, "memahami secara prinsip draft resolulusi itu."

Salehi mengekspresikan keraguannya bahwa ada konsensus internasional untuk mengucilkan negerinya.

"Kami harus sabar karena mereka tidak akan berhasil dan dengan berusaha meloloskan sebuah resoluasi baru maka mereka tengah mendeskreditkan mereka sendiri dalam pandangan awam," katanya.

Dia melanjutkan, "Saya kira banyak orang rasional diantara mereka yang akan menghentikan mereka membuat langkah yang tidak irasional ini."

Menteri Luar Negeri Iran Manouchehr Mottaki memperlihatkan skeptisme serupa atas peluang sanksi baru itu lolos.

"Tak ada peluang bagi resolusi ini untuk diloloskan. Negara-negara yang ingin menerapkan sanksi adalah minoritas," katanya kepada televisi pemerintah Al-Alam dari ibukota Tajikistan, Dushanbe. (*)

Reuters/Jafar

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010