Bogor (ANTARA News) - Sebanyak 17 jurnalis perempuan dari berbagai media cetak nasional belajar batik tulis. Uniknya lagi, batik tulis yang dibuat menggunakan pewarna dari alam.

Kegiatan belajar membantik diselenggarakan oleh Center for Internasional Forestry Research (CIFOR) dan Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI) dalam rangka memperingati hari Keanekaragaman Hayati dan Tahun Keanekaragaman hayati yang jatuh pada tanggal 22 Mei 2010.

Direktur Jendral CIFOR, Frances Seymour mengungkapkan kegiatan tersebut diselenggarakan sebagai peran kepedulian CIFOR untuk memperkenalkan keanekaragaman hayati di Indonesia kepada masyarakat luas.

Keterlibatan media menurut Frances sangat penting sebagai sumber penyampaian informasi kepada masyarakat tentang keanekaragaman hayati.

"Kenapa kita khususkan wartawan perempuan, ini adalah untuk meningkatkan peran wanita dalam kehidupan," ucapnya saat membuka acara di Pusat Penelitian CIFOR di Kelurahan Situ Gede, Kota Bogor, Jumat.

Puluhan wartawan ini belajar membatik langsung dari pengarajin batik tulis Sancaya Rini, peraih KEHATI Award 2009.

Sancaya Rini, adalah pengrajin batik tulis yang konsen menggunakan warna-warna dari alam. Ia mendapat penghargaan karena konsep batik tulis yang dibuatnya adalah batik natural, yang menggunakan bahan-bahan warna yang diperoleh dari alami, seperti dari kulit rambutan, kulit pohon pinus, jengkol dan masih banyak banyak lagi.

Kegiatan berlangsung setengah hari, para peserta dituntut membuat batik hasi karya sendiri. Masing-masing wartawan diberikan selembar kain berbahan cotton seukuran syal.

Sebelum memulai membatik, para wartawan diajak berkeliling hutan untuk mencari motif batik dan mengenalkan tumbuhan-tumbuhan yang dapat dijadikan bahan pewarna.

Menurut Purwanti peneliti etnobotani dari Herbarium Bogor Research terdapat 213 jenis tumbuhan di Indonesia yang dapat dijadikan pewarna.

"Ada 213 jenis tumbuhan di Indonesia yang dapat dijadikan pewarna, seperti Secam, Pinus, rambutan, pinang, pandan dan masih banyak lagi," katanya.

Pewarna dari tumbuhan ini dibagi beberapa kelompok ada yang dijadikan pewarna makanan, pewarna peralatan dan pewarna pakaian.

"Pewarna yang untuk peralatan dan pakaian tidak bisa dipakai untuk pewarna makanan, sementara pewarna makanan bisa dijadikan pewarna untuk peralatan dan pakaian, namun warnanya tidak cukup kuat," jelas Purwanto.

Usai diberi penjelasan tentang tumbuhan yang dapat dijadikan pewarna, acara dilanjutkan dengan memulai membatik.

Ternyata membatik tidak segampang yang dilihat, perlu tekekunan, kesabaran dan seni untuk menghasilkan karya batik yang indah.

Teknik membatik diawali dengan membuat motif, setelah motif terbentuk dilanjutkan dengan melukis motif menggunakan lilin yang istilah dalam membatik disebut "malam".

Membentuk motif dari lilin "malam" menggunakan canting (alat melukis batik) mengikuti pola.

Tahap selanjutnya, menutupi dengan lilin malam bagian-bagian yang akan tetap berwarna putih (tidak berwarna). Canting untuk bagian halus, atau kuas untuk bagian berukuran besar. Tujuannya adalah supaya saat pencelupan bahan kedalam larutan pewarna, bagian yang diberi lapisan lilin tidak terkena.

Usai membuat malam dikeringkan, lalu dilanjutkan dengan teknik mewarnai dengan pewarna-pewarna alam. Ada tiga warna yang disediakan panitian yakni merah dari bahan Bixa dan campura Secam, lalu warna kuning yang berasal dari pohon pinus dan pinang, dan terakhir warna biru dari bahan indogo.
(T.KR-LR/R009)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010