Pekanbaru (ANTARA News) - Peneliti Ekonomi Madya Bank Indonesia (BI) Pekanbaru, Yenita Lisna, mengatakan bisnis penukaran valuta asing (valas) sangat rawan sebagai sarana praktik pencucian uang (money loundring).

"Pedagang valas sepertinya tidak penting, tapi kalau digunakan untuk tindakan negatif seperti pencucian uang akan menjadi hal yang signifikan," kata Yenita di Pekanbaru, Minggu.

Ia menjelaskan, praktek pencucian dari pelaku kejahatan melalui pedagang valas sudah merebak seperti di Kota Batam dan Jakarta. Modus yang bisa gunakan yakni tersangka mencairkan dana berupa travel check melalui pedagang valas.

"Hal itu bisa menyeret pemilik usaha karena dinilai ikut membantu praktik pencucian uang," ujarnya.

Menurut dia, tindakan melawan hukum tersebut relatif mudah terjadi karena hanya segelintir pedagang valas yang memiliki izin dokumen resmi untuk bisnis mereka. Di Pekanbaru, lanjutnya, baru ada lima pedagang valas yang berdokumen resmi dan secara rutin diawasi oleh BI.

"Jika dicairkan melalui bank, akan cepat ketahuan bahwa cek tersebut adalah hasil praktik cuci uang. Untuk itu, nasabah akan mencairkan cek ke pedagang valas agar tidak mudah diketahui itu adalah hasil cuci uang," katanya.

Karena itu, ia mengatakan BI kini sedang menyusun aturan tata usaha untuk para pengusaha valas. Aturan tersebut, lanjutnya, akan mewajibkan setiap pedagang valas mengantongi dokumen resmi berusaha dari instansi terkait untuk dapat meneruskan bisnisnya.(F012/A038)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010