Jakarta (ANTARA News) - Gabungan Perusahaan Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI) secara resmi menutup acara Musyawarah Besar VII di Jakarta yang berlangsung pada 24-25 Mei 2010, kata ketua panitia pelaksana GPBSI Jimmy Haryanto, Rabu.

"GPBSI telah selesai melakukan Mubes ke-7 dan menghasilkan keputusan yang bermanfaat bagi anggota antara lain  program kerja GPBSI yang akan memberikan kontribusi untuk dunia perfilman Indonesia," ujarnya.

Mubes VII tersebut menghasilkan tiga hal penting yaitu pembahasan UU No 33 tahun 2009 mengenai perfilman khususnya pembentukan badan pertimbangan film Indonesia, persoalan kenaikan pajak hiburan yang semakin membebani pengusaha bioskop, serta ketiga adalah masalah teknologi pemutaran film di bioskop kelas menengah bawah.

Ketua Umum DPP GPBSI (2010-2015) Djonny Syafrudin mengatakan, GPBSI menyoroti kelemahan pada bioskop menengah bawah di daerah yang tidak bisa berkembang karena tidak memiliki supplai film dan Bioskop 21 dituding memonopoli peredaran film.

Untuk itu pihaknya melakukan pemetaan di seluruh indonesia guna mengajak seluruh pengusaha bioskop berkumpul karena para produser film tidak ingin melempar filmnya ke bioskop daerah karena harga tiketnya yang belum memenuhi keiginan mereka.

Djonny memberikan contoh, bioskop di Magelang Jateng bahwa penontonnya film hanya sekitar 10 persen dan dari sisi teknologi proyektornya sudah ketinggalan Zaman dan tidak bisa memutar film masa kini dalam bentuk digital.

Selain itu, tarif listrik yang tinggi juga memberatkan pengusaha karena 60 persen ongkos prosuksi digunakan untuk membayar listrik. Di daerah izin keramaian per layarnya  diserahkan ke kepolisian dan dipajaki per kursi serta per layar, sehingga hal ini sangat mengganggu usaha bioskop di daerah.

Sementara itu, Ketua DPO (dewan pertimbangan organisasi) GPBSI Johan Tjasmadi mengatakan sepanjang tahun 2009 ini merasa dibuat bingung oleh UU Perfilman, kemudian  pengusaha bioskop baru kembali modalnya di 500 ribu penonton dan permasalahan tagihan listrik dan pajak yang tinggi sebesar 60 persen dari pengeluaran bioskop.

Johan berpesan agar pihak terkait dalam dunia perfilman bekerja sama dengan GPBSI karena organisasi tersebut merupakan toko untuk film indonesia.

Dia memprediksikan bahwa di tahun 2012 akan ada perubahan teknologi perfilman ke teknologi yang bersifat semi elektronik dan pada tahun 2020 mendatang teknologinya sudah elektronik penuh.(*)
(yud/R009)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010