Surabaya (ANTARA News) - Puluhan wartawan dari berbagai media massa di Surabaya, Senin, menggelar demonstrasi (demo) ke Konsulat Jenderal (Konjen) AS di Surabaya sebagai solidaritas terkait penangkapan fotografer Harian Sore "Surabaya Post."

Aksi yang diikuti puluhan wartawan dari media elektronika, media cetak, dan "online" (media dalam jaringan internet) itu dihadang barikade aparat kepolisian yang longgar dengan pimpinan Kapolresta Surabaya Selatan AKBP Bahagia Dachi.

Dalam aksi yang sempat memacetkan perempatan Jalan Raya Darmo, Jalan Raya dr Soetomo, dan Jalan Polisi Istimewa itu, para wartawan mengawali aksi dengan teatrikal adanya seseorang yang bergaya petugas keamanan AS dengan berkalung bendera AS.

Seorang wartawan yang bergaya petugas keamanan itu menghampiri seorang wartawan yang sedang memotret dengan kamera buatan yang berukuran besar, kemudian petugas itu melarang sang wartawan untuk memotret dengan mengarahkan tangannya untuk menutupi kamera wartawan itu.

Sementara itu, wartawan lainnya tampak membentangkan poster bertuliskan "Press Freedom Is Human Right", "We Are Journalist Not Terrorist", "You Strike Democracy You Promote", dan sebagainya.

Setelah itu, puluhan wartawan lainnya meletakkan foto, kamera, kartu pers, dan poster yang dibawa ke tanah sebagai pertanda protes terhadap penangkapan wartawan foto "Surabaya Post" Iwan Heriyanto saat memotret Gedung Wismillak di dekat konsulat tersebut pada Kamis (27/5) lalu.

Aksi diakhiri dengan memotret dan mengambil gambar Gedung Konjen AS dari jarak jauh sebagai bentuk perlawanan, kemudian koordinator aksi dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Pewarta Foto Indonesia (PFI), dan Forum Wartawan Kamtibmas Surabaya (FWKS) membacakan pernyataan sikap.

Dalam pernyataan itu, para wartawan Surabaya yang mengecam arogansi petugas Konjen AS yang menghambat tugas wartawan, menyerukan pemerintah AS untuk menjaga demokrasi yang digembor-gemborkan selama ini, dan tidak menggunakan cara-cara intimidasi dalam menyelesaikan masalah dengan pers.

"Saya sebenarnya tidak mengambil gambar gedung Konjen AS, tapi saya mengambil gambar dengan fokus ke Gedung Wismillak yang merupakan salah satu gedung cagar budaya yang masih eksis menjelang HUT ke-717 Kota Surabaya," kata Iwan di sela-sela aksi itu.

Menurut dia, dirinya hanya ingin kebebasan bagi wartawan, karena tempatnya mengambil gambar itu bukan kawasan Konjen AS, melainkan Gedung Wismillak. "Lagi pula kalau ada demo-demo wartawan juga boleh memotret. Saya hanya ingin bebas," katanya.

Namun, katanya, manajemen Harian Sore "Surabaya Post" sudah menyampaikan protes kepada Konjen AS. "Surat keberatan itu sudah ditanggapi Konjen AS, meski saya sebenarnya ingin mereka minta maaf," katanya.

Menanggapi hal itu, Public Affairs Officer Konjen AS di Surabaya, Andrea DeArment, mengatakan Konjen AS sangat menjunjung tinggi kebebasan pers dan memahami tugas rekan-rekan jurnalis untuk mengumpulkan berita, termasuk foto pendukung.

"Namun, kami tetap harus tunduk pada peraturan Indonesia mengenai perlindungan terhadap objek vital. Kami terus berusaha memastikan bahwa petugas keamanan kami dapat melakukan tugas dan fungsinya sesuai prosedur, tetapi kami berharap rekan-rekan jurnalis juga melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya," katanya.

Oleh karena itu, ia berharap hubungan baik antara Konsulat Jenderal AS di Surabaya dengan rekan-rekan media yang selama ini telah terjalin dengan baik dapat terus berlanjut.

Sementara itu, staf Konjen AS lainnya yang enggan disebutkan namanya meminta maaf bila konsul di Konjen AS tidak dapat menemui para wartawan, karena bertepatan dengan liburan musim panas, sehingga tidak ada staf yang berada di Surabaya, namun pihak Konjen AS berjanji akan menemui manajemen "Surabaya Post."
(e011/B010)

Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2010