Jakarta (ANTARA News) - Aris Susanto, terdakwa yang diduga menyembunyikan teroris Ibrohim yang tewas di Kedu, Temanggung, divonis delapan tahun penjara karena terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana terorisme.

Hal tersebut dibacakan oleh majelis hakim yang dipimpin Haswandi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin.

"Menghukum terdakwa dengan pidana penjara delapan tahun penjara," kata pimpinan majelis hakim, Haswandi.

Vonis tersebut lebih ringan dibandingkan dengan tuntutan jaksa penuntut umum dengan sepuluh tahun penjara.

Majelis hakim menyebutkan yang memberatkan dari perbuatan terdakwa, yakni, menyulitkan aparat keamanan untuk menemukan pelaku terorisme. "Perbuatan terdakwa menimbulkan citra buruk bagi Republik Indonesia di mata dunia internasional," katanya.

Perbuatan terdakwa dikenai asal 13 huruf b Peraturan Pemerintah (PP) Pengganti Undang-Undang (UU) Nomor 15 tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Menanggapi putusan itu, terdakwa Aris Susanto menyatakan pikir-pikir untuk melakukan upaya banding ke pengadilan tinggi.

Sebelumnya, JPU menyebutkan Aris mencarikan tempat persembunyian untuk Ibrohim, pelaku yang memasukkan bom di Hotel JW Marriot dan Ritz Carlton pada 17 Juli 2009.

Kemudian pada Agustus 2009, Detasemen Khusus (Densus) 88 Polri, menggerebek kediaman pamannya itu, dan terjadi tembak menembak hingga Ibrohim alias Romi alias Boim tewas.

JPU menyatakan tindakan terdakwa sudah memenuhi unsur dengan menyembunyikan tindak pidana terorisme, telah terbukti dan terpenuhi.

"Terdakwa dengan sengaja memberikan bantuan atau kemudahan terhadap pelaku tindak pidana terorisme, dengan menyembunyikan pelaku tindak pidana terorisme," katanya.

JPU menyebutkan perbuatan terdakwa mempersulit pihak kepolisian dalam menemukan tindak pidana terorisme, yaitu, peledakan bom di Hotel JW Marriot dan Ritz Carlton yang mengakibatkan beberapa orang luka-luka dan meninggal.
(R021/B010)

Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2010