Jakarta (ANTARA/JACX) - Sebuah pesan beredar melalui aplikasi percakapan Whatsapp yang menyatakan vaksin COVID-19 buatan Sinovac mengandung bahan-bahan berbahaya seperti boraks, formalin dan merkuri.

Pesan itu juga mengatakan vaksin Sinovac tersebut sebenarnya hanya untuk kelinci percobaan dan bukan untuk digunakan secara luas.

Vaksin Sinovac, disebut dalam pesan itu, tidak halal karena berasal dari jaringan kera hijau Afrika.

Berikut narasi yang disebar:

"Coba perhatikan kemasan Vaksin Sinovac Covid-19 yang akan di suntikkan kepada warga.  Jelas bertuliskan "Only for clinical trial" (Hanya untuk uji coba klinis alias untuk kelinci percobaan).  Dan perhatikan "Composition and Description" Yaitu berasal dari Vero Cell atau berasal dari jaringan Kera hijau Afrika (Jelas tidak halal), kemudian mengandung Virus hidup yang dilemahkan, dan mengandung bahan dasar berbahaya (Boraks, formaline, aluminium, merkuri, dll). Belum lagi yang tidak tertulis pada kemasan yaitu tidak ada jaminan tidak tertular penyakit setelah di vaksin dan tidak ada jaminan atau kompensasi dari perusahaan Sinovac jika terjadi cedera vaksin atau KIPI pada korban Vaksin.  Sumber yang membahas efek samping vaksin Sinovac Covid-19:  Hasil keterangan FDA klik  https://www.fda.gov/media/143557/download?fbclid=IwAR2U4e-sAyI1FmRSsxwFncalEoEoPVEoLI6y2zFLWL2Y7QtCzpToO41sMwM  Hasbunallah wani'mal wakiil.

Pesan tersebut juga menyertakan satu foto kotak vaksin Sinovac beserta alat suntiknya.

Namun, benarkah vaksin Sinovac mengandung bahan-bahan berbahaya?
 
Tangkapan layar pesan hoaks yang menyebutkan vaksin Sinovac tidak halal, mengandung boraks, dan hanya untuk kelinci percobaan. (Whatsapp)


Penjelasan:

Manajer Lapangan Tim Riset Uji Klinis Vaksin COVID-19 dari Universitas Padjadjaran Eddy Fadlyana mengonfirmasi klaim dalam persan tersebut adalah hoaks.

Kepada ANTARA di Jakarta, Sabtu (2/1), Eddy mengatakan pesan itu mengandung hasutan dan kebohongan sehingga berpotensi membuat kekacauan di masyarakat. 

Kemasan yang ditampilkan dalam pesan itu, menurut Eddy, adalah kemasan vaksin yang khusus digunakan untuk uji klinis seperti yang dilakukan di Bandung. 

"Vaksinnya saat ini belum ada yang dipasarkan untuk masyarakat. Kemasan yang ada di dalam foto adalah kemasan vaksin yang digunakan untuk uji klinis di Bandung," kata Eddy.

Sementara klaim sel vero tidak halal, Eddy mengatakan lembaga yang menentukan halal atau tidaknya vaksin tersebut adalah Majelis Ulama Indonesia.

Namun, Eddy menyatakan vaksin Sinovac tidak menggunakan enzim tripsin babi. Sejumlah vaksin juga menggunakan sel vero seperti vaksin DPT yang mengantongi sertifikat halal.

Klaim lain bahwa vaksin COVID-19 Sinovac mengandung boraks, formalin, dan merkuri juga dibantah Eddy.

Dalam vaksin dosis ganda (multidose) memang menggunakan merkuri jenis ethylmercury atau methylmercury, tapi vaksin dosis tunggal tidak menggunakan merkuri. Merkuri itu pun berbeda dengan zat merkuri yang dilihat oleh masyarakat.

Eddy menjelaskan merkuri yang digunakan dalam vaksin itu adalah merkuri yang ramah lingkungan. Jika masuk ke dalam tubuh, tubuh tidak meresapnya. Fungsi merkuri dalam vaksin adalah menjaga kualitas vaksin agar tidak cepat rusak dan tidak mudah terkontaminasi.  

"Merkuri itu biasanya setelah masuk ke dalam tubuh dalam waktu tertentu akan dibuang lewat ginjal, dosis yang digunakan juga di bawah ambang batas dari yang ditentukan WHO," kata Eddy.

Sampai Sabtu (2/1), Badan Pengawas Obat dan Makanan belum mengeluarkan izin penggunaan vaksin COVID-19 Sinovac sehingga vaksin asal China itu belum dapat diberikan untuk masyarakat.. 

Pada Rabu (30/12), pemberian izin penggunaan darurat vaksin COVID-19 Sinovac memasuki tahap penyelesaian. BPOM, sebagaimana dalam berita ANTARA, terus melakukan pemantauan uji klinis dan mengevaluasi hasil uji klinis agar memastikan vaksin yang dignakan aman dan berkhasiat. 

Klaim : Vaksin Sinovac mengandung boraks dan "hanya untuk kelinci percobaan"?
Rating: Hoaks

Cek fakta: Kandungan BPA pada galon isi ulang berbahaya? Ini penjelasan BPOM

Cek fakta: Varian baru virus corona tidak dapat dideteksi PCR?

Pewarta: Tim JACX
Editor: Imam Santoso
Copyright © ANTARA 2021