Oslo (ANTARA) - Perusahaan penyedia jasa telekomunikasi yang berkedudukan di Norwegia, Telenor, pada Minggu mengumumkan pihaknya telah mengembalikan jaringan Internet di Myanmar.

Satu hari sebelumnya, militer memerintahkan Telenor untuk mencabut jaringan Internet di Myanmar.

"Telenor Myanmar telah mengembalikan jaringan data (Internet, red) di seluruh daerah, sebagaimana diinstruksikan oleh MoTC," kata perusahaan melalui pernyataan tertulisnya.

MoTC merupakan Kementerian Perhubungan dan Komunikasi Myanmar.

Puluhan ribu warga Myanmar turun ke jalan pada hari ini (7/2) memprotes kudeta militer terhadap pemerintahan yang terpilih secara demokratis minggu lalu. Massa juga mendesak militer segera membebaskan penasihat negara Aung San Suu Kyi, yang saat ini menyandang status tersangka karena dugaan impor alat komunikasi ilegal.

Unjuk rasa hari ini merupakan demonstrasi terbesar yang digelar sejak Revolusi Saffron pada 2007, gerakan yang mendorong adanya reformasi dan pemerintahan demokratis di Myanmar.

Tentara menangkap Aung San Suu Kyi, Presiden Win Myint, dan beberapa politisi senior partai pemenang pemilihan umum Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pada Senin pagi minggu lalu (1/7). Tidak lama kemudian, militer menetapkan status darurat yang akan berlaku selama satu tahun.

Militer berdalih kudeta itu merupakan upaya menyelamatkan bangsa dari perpecahan karena ada kecurangan pemilihan umum.

NLD kemudian menyiarkan pernyataan resmi atas nama Suu Kyi yang ditulis sebelum ia ditahan. Suu Kyi meminta warga Myanmar memprotes kudeta tersebut.

Pemerintah yang dikuasai junta militer pun mencopot 24 menteri serta deputi dan menunjuk 11 petinggi kementerian yang baru.

Panglima Angkatan Bersenjata Myanmar, Min Aung Hlaing, yang menjadi penguasa tertinggi pascakudeta, saat pertemuan pertama dengan kabinet baru mengatakan kudeta itu tidak terelakkan.

Namun, massa berpendapat lain. Setidaknya puluhan ribu orang memenuhi jalanan di Kota Yangon untuk memprotes kudeta militer.

Sekitar 70 tenaga kesehatan di beberapa rumah sakit, klinik, dan dinas kesehatan di Myanmar mogok kerja sebagai bentuk protes terhadap kudeta. Beberapa dari mereka memasang pita merah di pakaiannya sebagai bentuk pembangkangan sipil.

Pemerintah junta militer pun memutuskan memblokir media sosial Facebook beserta layanan kirim pesannya, Messenger, dan Whatsapp, karena aplikasi itu dianggap mengancam stabilitas negara.

Beberapa hari setelahnya, sejumlah guru dan pegawai negeri sipil ikut serta dalam aksi pembangkangan sipil. Mereka akan mogok kerja kecuali militer memulihkan kembali kekuasaan pemerintahan yang sah.

Junta militer pada Sabtu (6/2) lanjut memerintahkan agar Twitter dan Instagram diblokir, karena aplikasi itu digunakan para demonstran untuk berbagi informasi. Junta juga memerintahkan adanya pemutusan layanan Internet.

Puluhan ribu demonstran melanjutkan aksi protesnya di Yangon dan beberapa kota lainnya, Sabtu.

Aksi massa masih berlanjut sampai hari ini.

Sumber: Reuters
Baca juga: Penyedia internet Myanmar yang dikelola negara blokir Facebook
Baca juga: Aung San Suu Kyi tidak sempat "twitter-an"
Baca juga: Akses Internet Pulih Kembali di Myanmar

Penerjemah: Genta Tenri Mawangi
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2021