Jakarta (ANTARA News) - Sampai saat ini industri perbankan nasional "kurang nyaman" dengan adanya Surat keputusan Mahkamah Agung No 3021/K/Pdt/1984 yang intinya eksekusi hak tanggungan tidak dapat dilaksanakan dengan serta merta kecuali melalui Keputusan Pengadilan Negeri. Dengan putusan Mahkamah Agung itu, kata Dirut Bank Capital, Nico Mardiansyah, dalam seminar yang bertema "Qua Vadis Ekusi Hak Tanggungan" di Jakarta, Selasa, cukup merugikan industri perbankan nasional. Banyak hak tanggungan tidak dapat dieksekusi secara langsung oleh pihak bank, karena adanya keputusan MA tersebut, kata Nico seraya menambahkan, lembaga balai lelang swasta dan Kantor Perbendaharaan Negara dan Lelang, juga tidak berani melelang hak tanggungan tersebut karena dinilai melawan putusan MA. Menurutnya, selama ini banyak kritik yang dialamatkan ke perbankan karena tidak menjalankan fungsi mediasi perbankan. Tetapi perbankan sendiri dalam kaitan penyitaan jaminan hak tanggungan belum mempunyai kepastian. "Padahal jika dalam pengelolaan uang nasabah terjadi kerugian akibat adanya kredit macet, direksi yang ditelikung oleh aparat berwajib," katanya. Dengan demikian, seharusnya lembaga lelang atau pihak bank dapat menjalankan Pasal 6 UU No 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan tanpa harus mempertimbangkan adanya Putusan MA itu. Pasal 6 UU No 4/1996 antara lain menyebutkan, apabila debitor wanprestasi, kreditor pemegang hak tanggungan mempunyai hak untuk menjual obyek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut. Hal senada juga disampaikan, Dekan Fakultas Hukum Universitas Sahid, Laksanto Utomo, dan ahli hukum konstitusi Dr Taufiqurahman Syahuri. Menurut Laksanto, UU tetang Hak Tanggungan tidak berjalan lantaran adanya Putusan MA No 3021/K/1984 terkait eksekusi hak tanggungan. Untuk memberikan kepastian hukum kepada bank yang sering menyimpan agunan sebagai hak tanggungan, seyogianya pihak terkait seperti DPR atau MA dapat melakukan penyempurnaan terhadap pasal-pasal yang dinilai merugikan banyak pihak. "Jika kredit bermasalah atau NPL naik, sektor riil tidak akan berjalan. Hal itu akan meningkatkan jumlah pengangguran. Naiknya jumlah pengangguran akan meningkatkan masalah sosial dan politik. Itu sebabnya Universitas Sahid dan Lembaga Pengkajian dan Studi Hukum (LPSH) HILC (House of Independent Legal Counselor) melaksankan seminar ini," katanya. Tafiqurahman menambahkan, semua jenis keputusan negara, apakah itu Undang-undang atau keputusan di bawahnya, termasuk putusan MA jika merugikan sebgain dari warga negara atau dinilai tudak benar dapat dilakukan upaya perlawanan. Dalam kaitan putusan MA No 3021/1984 yang intinya menyatakan eksekusi hak tanggungan harus mendapatkan persetujuan Ketua Pengadilan Negri, menurut Taufiq hal itu dapat diabaikan. Seminar itu dihadiri oleh Rektor Universitas Sahid, Prof. Dr. Hj. Sutyastie Soemitro Remi, Prof. Dr. Ari Hutagalung, dosen UI, pengacara Lucas dengan moderator AD Sonny Soedjadi.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009