Jakarta (ANTARA) - Digitalisasi bantuan sosial (bansos) diharapkan dapat digunakan pemerintah sebagai alternatif penyaluran lebih transparan, menghapus masalah perantara (middleman issue), mencegah kerumunan, dan tepat sasaran.

Untuk mempercepat langkah pemerintah dalam melakukan digitalisasi bansos, maka ada tiga aspek yang harus menjadi perhatian pemerintah yaitu perbaikan regulasi, perbaikan tata kelola penyaluran melalui digitalisasi (platform), dan tantangan pengelolaan data dalam penyaluran bansos.

Baca juga: PT Pos Indonesia telah salurkan Rp34,7 triliun sejak BST digulirkan

Baca juga: PANDI siap berkolaborasi digitalkan naskah kuno


Ekonom UGM (Universitas Gadjah Mada) sekaligus anggota Steering Committee IFSoc, Hendri Saparini mengatakan digitalisasi bansos tidak untuk menggantikan penyaluran bansos melalui bank namun sebagai alternatif tambahan untuk saling melengkapi.

"Digitalisasi bansos dapat menghilangkan middlemen issue, inefisiensi, dan berbagai distorsi yang selama ini terjadi, melalui pemanfaatan teknologi. Pemerintah perlu memiliki sebuah platform tersentral dan terintegrasi yang dibangun secara gotong-royong oleh pemerintah dan perusahaan-perusahaan fintech," kata Hendri dalam forum IFSoc "Digitalisasi Bansos untuk Meningkatkan Akuntabilitas dan Efektivitas Bansos", Selasa.

Hendri mengatakan bansos dengan menggunakan kartu saat ini ada batasan karena harus menyiapkan kartu dan mesin EDC (electronic data capture) yang mahal.

Opsi distribusi bansos tanpa kartu, atau cardless dengan menggunakan telepon seluler menjadi salah satu alternatif, misal menggunakan SMS. Lebih jauh, data transaksi para penerima bansos pun dapat digunakan sebagai credit scoring dalam pengajuan kredit produktif.

"Dengan begitu maka digitalisasi bansos akan menjamin aspek governance, meningkatkan transparansi, efisiensi waktu, serta biaya," kata Hendri.

Ekonom CSIS Indonesia, Yose Rizal Damuri mengatakan banyak negara mulai mendorong inklusi finansial dengan menggunakan teknologi, termasuk digitalisasi penyaluran bansos.

Untuk itu pemerintah diharapkan membuka pintu dengan melihat fintech sebagai alternatif tambahan penyaluran bansos.

"Untuk tahap awal, pemerintah dapat memanfaatkan sandbox sebagai ruang uji coba digitalisasi penyaluran bansos, termasuk kerja sama antara bank dan fintech," kata Yose.

Sementara itu, mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia periode 2014-2019 sekaligus Ketua IFSoc, Mirza Adityaswara mengatakan Peraturan Presiden No. 63/2017 tentang Penyaluran Bantuan Sosial Secara Non Tunai sudah saatnya dikaji ulang dan direvisi dengan mempertimbangkan terdapat alternatif penyaluran bansos sebagai antisipasi perkembangan teknologi serta kebutuhan masyarakat penerima manfaat.

Menurutnya, untuk memulai proses digitalisasi bansos harus ada evaluasi dan perumusan kebijakan yang mendukung, dengan perlunya mengedepankan prinsip shared infrastructure dan omnichannel.

"Kondisi dunia saat ini sedang terpacu untuk menerapkan teknologi digital di berbagai bidang. Di Indonesia sendiri platform digital untuk bansos sudah siap, tergantung kemauan dan payung hukum yang sayangnya saat ini masih mempersempit ruang digital yang bisa dijalankan," kata Mirza.

Baca juga: Komunitas fintech IFSoc usulkan digitalisasi bansos

Baca juga: Kemensos punya SIKS-NG untuk digitalisasi Bansos

Baca juga: Pemerintah perlu bangun platform terintegrasi salurkan bansos

Pewarta: Maria Cicilia
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2021