Dengan paket ekonomi 1,9 triliun dolar AS disetujui, ada ekspektasi kuat atas pemulihan ekonomi
Tokyo (ANTARA) - Saham-saham Asia diprediksi menguat sementara imbal hasil obligasi AS mendekati tertinggi 13 bulan pada perdagangan Senin, ketika para investor  berekspektasi pertumbuhan ekonomi AS akan meningkat dengan cepat setelah disahkannya paket stimulus besar-besaran.

Indeks berjangka S&P500 AS naik 0,25 persen di awal perdagangan Asia, sedikit di bawah rekor level tertinggi yang disentuh minggu lalu, sementara Nikkei Jepang naik 0,1 persen dan indeks MSCI untuk saham Asia Pasifik di luar Jepang sedikit berubah.

“Dengan paket ekonomi 1,9 triliun dolar AS disetujui, ada ekspektasi kuat atas pemulihan ekonomi, yang akan mendukung saham-saham siklikal,” kata Masahiro Ichikawa, kepala strategi di Sumitomo Mitsui DS Asset Management.

Dewan Perwakilan Rakyat AS memberikan persetujuan akhir minggu lalu untuk RUU bantuan COVID-19, memberi Presiden Joe Biden kemenangan besar pertama di masa jabatannya.

Beberapa investor berspekulasi sebagian dari pembayaran bantuan langsung tunai 1.400 dolar AS kepada rumah tangga dapat mengalir ke pasar saham, seperti halnya dengan pembayaran langsung serupa yang dilakukan tahun lalu untuk bantuan virus corona.

Investor juga mencurigai paket 1,9 triliun dolar AS, yang jumlahnya lebih dari 8,0 persen PDB negara itu, tidak hanya dapat meningkatkan pertumbuhan tetapi juga memicu inflasi  yang merugikan obligasi.

Meningkatnya ekspektasi inflasi dapat mendorong Federal Reserve untuk memberi sinyal akan mulai menaikkan suku bunga lebih cepat ketika mengumumkan proyeksi ekonomi terbaru pada akhir pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) pada Rabu (17/3/2021).

"Menyusul paket stimulus fiskal, tidak dapat dihindari bahwa perkiraan PDB Fed akan direvisi, dan beberapa anggota FOMC mungkin berpikir suku bunga harus bergerak naik lebih cepat dari yang mereka antisipasi pada Desember lalu," tulis ekonom ANZ.

Imbal hasil obligasi pemerintah AS 10-tahun berdiri di 1,638 persen pada awal perdagangan Senin, setelah naik setinggi 1,642 persen pada Jumat (12/3/2021) tertinggi yang terakhir terlihat pada Februari tahun lalu.

Di atas berlanjutnya optimisme ekonomi AS dan meningkatnya ekspektasi pasokan utang setelah stimulus, ketidakpastian tentang apakah Fed akan memperpanjang pelonggaran peraturan darurat dalam apa yang disebut "rasio leverage tambahan" (SLR) menambah rasa tidak nyaman.

Imbal hasil obligasi AS yang lebih tinggi membuat dolar naik terhadap mata uang utama lainnya.

Euro tergelincir menjadi 1,1953 dolar AS dari tertinggi minggu lalu 1,1990 dolar AS, sementara dolar AS bertahan di 109,07 yen, dekat tertinggi sembilan bulan di 109,235 pada Selasa lalu (9/3/2021). Pound Inggris tergelincir 0,25 persen menjadi 1,3934 dolar AS

Bitcoin merosot ke 59.691 dolar AS, dari rekor tertinggi 61.781 dolar AS yang dicapai pada Sabtu (13/3/2021) setelah Reuters melaporkan seorang pejabat senior pemerintah India mengatakan Delhi akan mengusulkan undang-undang yang melarang mata uang kripto, mendenda siapa pun di negara itu yang berdagang atau bahkan memegang aset digital semacam itu.

Harga minyak didukung oleh pengurangan produksi oleh produsen-produsen minyak utama dan optimisme tentang pemulihan permintaan seiring pulihnya ekonomi global dari resesi yang dipicu pandemi. Minyak mentah berjangka AS diperdagangkan pada 65,93 dolar AS per barel, naik 0,5 persen.

Baca juga: Saham Asia diperkirakan menguat karena imbal hasil obligasi turun
Baca juga: Saham Asia diprediksi menguat setelah Dow mencapai rekor tertinggi
Baca juga: IHSG Rabu menguat ikuti kenaikan bursa Asia

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2021