Chicago (ANTARA) - Emas terangkat lagi pada akhir perdagangan Jumat (Sabtu pagi), setelah menguat sehari sebelumnya dan mencatatkan kenaikan mingguan kedua berturut-turut, karena imbal hasil obligasi pemerintah AS turun
 dan dolar mundur dari level tertinggi sesi.

Kontrak emas paling aktif untuk pengiriman April di divisi COMEX New York Exchange, terangkat 9,2 dolar AS atau 0,53 persen menjadi ditutup pada 1.741,70 dolar AS per ounce. Sehari sebelumnya, Kamis (18/3/2021) menguat 5,40 dolar AS atau 0,31 persen menjadi 1.732,50 dolar AS.

Emas berjangka tergerus 3,8 dolar AS atau 0,22 persen menjadi 1.727,10 dolar AS pada Rabu (17/3/2021), setelah menguat 1,7 dolar AS atau 0,1 persen menjadi 1.730,90 dolar AS pada Selasa (16/3/2021), dan bertambah 9,40 dolar AS atau 0,55 persen menjadi 1.729,20 dolar AS pada Senin (15/3/021).

Untuk sepekan, kontrak acuan emas berjangka naik 1,3 persen, memperpanjang kenaikan mingguan dari pekan sebelumnya.

Emas naik minggu ini meskipun imbal hasil obligasi pemerintah AS 10-tahun mencapai tertinggi 13-bulan di atas 1,7 persen pada Kamis (18/3/2021) dan indeks dolar melonjak ke level kunci 92 pada Jumat (19/3/2021) - perkembangan yang negatif terhadap logam kuning.

"Suku bunga (obligasi) 10 tahun telah turun sedikit dan dolar yang lebih tinggi juga telah turun. Kita bisa melihat emas berkinerja sedikit lebih baik jika situasi suku bunga mulai stabil," kata analis ED&F Man Capital Markets, Edward Meir.

Imbal hasil obligasi pemerintah AS 10-tahun melemah setelah melayang di dekat tertinggi lebih dari satu tahun yang meningkat di sesi lalu. Dolar juga mundur dari puncak sesi, yang tertinggi dalam lebih dari seminggu.

"Prospek pertumbuhan yang diharapkan, kelanjutan dari lingkungan suku bunga yang relatif rendah memang membawa beberapa kekhawatiran inflasi, yang mendukung emas," kata David Meger, direktur perdagangan logam di High Ridge Futures.

Emas sering dipandang sebagai lindung nilai terhadap inflasi, tetapi imbal hasil yang lebih tinggi mengancam status tersebut.

Di sisi teknis, "dalam waktu dekat emas menghadapi resistensi di sekitar level 1.765 dolar AS per ounce," kata analis Standard Chartered, Suki Cooper.

Sementara itu, pertemuan tingkat tinggi AS-China pertama dari pemerintahan Biden dimulai dengan awal yang berapi-api pada Kamis (18/3/2021), dengan kedua belah pihak melontarkan teguran tajam terhadap kebijakan pihak lain.

"Fakta bahwa pembicaraan tidak berjalan dengan baik bisa menjadi sedikit mendukung ... (tetapi) sekarang ini sebagian besar hanyalah perang kata-kata," kata Meir, menunjuk pada saling balas tarif yang telah dipertukarkan kedua belah pihak di masa lalu.

Emas dipandang sebagai tempat berlindung yang aman selama masa ketidakpastian politik.

"Beberapa bulan ke depan akan sangat sulit dalam mengidentifikasi apa yang akan menjadi katalis utama bagi investor emas," kata Ed Moya, analis di OANDA New York. "Wall Street akan tetap terpaku pada aksi jual pasar obligasi dan memandang rendah saham teknologi."

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2021