Jakarta (ANTARA News) - Sejumlah anggota Komisi II DPR menilai Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah lalai melaksanakan tugasnya karena terlambat menangani sejumlah persoalan dalam pelaksanaan tahapan Pemilu Kepala Daerah (Pilkada) 2010 di beberapa daerah.

Arif Wibowo dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), di Jakarta, Senin malam (31/5), mengatakan KPU telah melakukan pembiaran terhadap keputusan KPU di daerah yang tidak sesuai dengan aturan perundang-undangan.

"KPU di daerah dibiarkan membuat aturan tanpa ada pedoman yang jelas. KPU pusat telah melakukan pembiaran," katanya, dalam rapat kerja Komisi II dengan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi dan rapat dengar pendapat dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Selain itu, Arif juga menilai KPU terlalu lambat merespon persoalan yang terjadi di daerah. Ia mencontohkan, tentang keputusan keabsahan surat suara yang tercoblos tembus.

KPU Purbalingga telah meminta pendapat KPU soal coblos tembus, jauh sebelum pemungutan suara berlangsung. Namun, ujarnya, KPU tidak segera memberikan tanggapan hingga kasus serupa terjadi saat Pilkada Lamongan pada Mei 2010.

Keputusan KPU soal coblos tembus baru dikeluarkan di akhir Mei, yang menyatakan tetap sah selama tidak mengenai kolom pasangan calon lainnya.

"KPU pusat dapat dianggap melakukan pembiaran terhadap hilangnya hak warga negara," katanya.

Selain Arif, AW Thalib dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan juga menyatakan hal yang serupa bahwa KPU telah lalai dan tidak responsif terhadap permasalahan di daerah, mengingat KPU memiliki tugas untuk supervisi pelaksanaan pilkada.

"KPU telah membiarkan KPU di daerah untuk melakukan sesuatu yang belum jelas. KPU juga terlambat merespon," katanya.

Menanggapi penilaian tersebut, Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary yang hadir dalam rapat dengan Komisi II, menyampaikan permintaan maafnya.

"Saya mohon maaf terkait hal ini," katanya.

Ia mengakui bahwa KPU lambat membuat surat edaran bagi KPU daerah soal keabsahan surat suara yang tercoblos tembus. Namun, ujarnya, kelambatan itu terjadi karena kehati-hatian KPU membuat keputusan.

"Perbedaan pendapat soal coblos tembus, sangat keras diantara kami (anggota KPU pusat). Tidak bisa sekali duduk (rapat) langsung diputuskan sehingga makan waktu, kami sangat hati-hati," katanya.

Ia juga mengatakan KPU perlu melakukan perubahan peraturannya untuk menyesuaikan dengan kondisi di daerah sehingga membutuhkan banyak waktu. (H017/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010