Jenewa (ANTARA News/AFP) - Ketua komisi HAM PBB hari Senin mendesak Sri Lanka mengizinkan penyelidikan internasional atas ofensif final pasukan pemerintah terhadap gerilyawan Macan Tamil tahun lalu.

Navi Pillay, Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB, mengakui bahwa pemerintah Sri Lanka telah membentuk sebuah komisi rekonsiliasi pasca perang untuk meneliti pelanggaran HAM yang dituduhkan, dan memberikan keadilan bagi korban.

"Namun, berdasarkan atas pengalaman sebelumnya dan informasi baru, saya tetap yakin bahwa tujuan semacam itu akan lebih baik dilakukan dengan pembentukan satu mekanisme pertanggungjawaban internasional independen yang akan memperoleh kepercayaan publik, baik di Sri Lanka maupun di tempat lain," katanya kepada Dewan HAM PBB.

Presiden Sri Lanka Mahinda Rajapakse pada Kamis lalu menyatakan lagi bahwa ia tidak akan mentoleransi peninjauan pihak luar atas ofensif militer itu.

Jaksa Agung Sri Lanka Mohan Peiris mengatakan kepada dewan itu Senin bahwa Pillay berprasangka buruk pada hasil kerja komisi dalam negeri dan memperingatkan, sebuah penyelidikan internasional akan merongrong kedaulatan negaranya.

"Kami berpandangan bahwa keberatan Komisaris Tinggi pada Komisi Rekonsiliasi dan Pengkajian Masalah, yang baru dibentuk, sayangnya berusaha berprasangka buruk pada hasil kerjanya bahkan sebelum mekanisme kerjanya dimulai," katanya.

Surat kabar harian pemerintah Daily News melaporkan pada 5 Mei rencana Kolombo untuk membentuk sebuah komisi rekonsiliasi untuk memperkuat persatuan etnik ketika negara itu pulih dari konflik hampir empat dasarwarsa, namun tidak ada penjelasan terinci mengenai hal itu.

PBB memperkirakan lebih dari 7.000 warga sipil tewas dalam konflik empat bulan tahun lalu antara pasukan pemerintah dan pemberontak Macan Tamil.

Pemerintah Sri Lanka pada 18 Mei 2009 mengumumkan berakhirnya konflik puluhan tahun dengan Macan Tamil setelah pasukan menumpas sisa-sisa kekuatan pemberontak tersebut dan membunuh pemimpin mereka, Velupillai Prabhakaran.

Pernyataan Kolombo itu menandai berakhirnya salah satu konflik etnik paling lama dan brutal di Asia yang menewaskan puluhan ribu orang dalam berbagai pertempuran, serangan bunuh diri, pemboman dan pembunuhan.

Macan Pembebasan Tamil Eelam (LTTE) juga telah mengakui bahwa Velupillai Prabhakaran tewas dalam serangan pasukan pemerintah Sri Lanka.

Juga dinyatakan tewas dalam operasi final militer adalah dua deputi Prabhakaran -- pemimpin Macan Laut Kolonel Soosai dan kepala intelijen LTTE Pottu Amman.

Tokoh penting lain Macan Tamil yang juga tewas adalah putra Prabhakaran dan calon penggantinya, Charles Anthony (24), pemimpin sayap politik B. Nadesan dan pemimpin Sekretariat Perdamaian LTTE yang sudah tidak berfungsi lagi, S. Pulideevan.

Presiden Sri Lanka Mahinda Rajapakse telah beberapa kali mendesak pemberontak Macan Tamil menyerah untuk menghindari pembasmian total.

Rajapakse, yang juga panglima tertinggi angkatan bersenjata, juga menolak seruan-seruan bagi gencatan senjata dan menekankan bahwa Macan Tamil harus meletakkan senjata dan mengizinkan warga sipil keluar dari daerah-daerah yang masih mereka kuasai.

Pertempuran antara pasukan pemerintah dan pemberontak LTTE meningkat sejak pemerintah secara resmi menarik diri dari gencatan senjata enam tahun pada Januari 2008.

Pembuktian independen mengenai klaim-klaim jumlah korban mustahil dilakukan karena pemerintah Kolombo melarang wartawan pergi ke zona-zona pertempuran.

PBB memperkirakan, lebih dari 100.000 orang tewas dalam konflik separatis Tamil setelah pemberontak Macan Tamil muncul pada 1972.

Sekitar 15.000 pemberontak Tamil memerangi pemerintah Sri Lanka dalam konflik etnik itu dalam upaya mendirikan sebuah negara Tamil merdeka.

Masyarakat Tamil mencapai sekitar 18 persen dari penduduk Sri Lanka yang berjumlah 19,2 juta orang dan mereka terpusat di provinsi-provinsi utara dan timur yang dikuasai pemberontak. Mayoritas penduduk Sri Lanka adalah warga Sinhala. (M014/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010