London (ANTARA News) - Indonesia mengusulkan pembentukan misi pencari fakta internasional independen dan kredibel guna menyelidiki serangan militer Israel terhadap Kapal Mavi Marmara yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa dan mencederai lebih dari 50 pekerja kemanusiaan, termasuk relawan dari Indonesia.

Hal itu ditegaskan Wakil Tetap RI untuk PBB, WTO, dan Organisasi Internasional Lainnya, Duta Besar Dian Triansyah Djani dalam sesi Urgent Debate (debat mendesak) pada sesi ke-14 Dewan HAM PBB, kata Sekretaris satu PTRI Jenewa Kamapradipta Isnomo kepada koresponden ANTARA London, Rabu.

Dikatakannya penyelenggaraan sesi tersebut merupakan prakarsa Kelompok Organisasi Konferensi Islam dan Kelompok Arab sebagai reaksi atas penyerangan Kapal Mavi Marmara dalam Sesi ke-14 Sidang Dewan HAM.

Dalam kaitan ini Kelompok OKI telah memberikan mandat kepada Indonesia bersama-sama Mesir dalam kapasitasnya sebagai Wakil Presiden Dewan HAM untuk mendorong usulan diadakannya debat mendesak dalam sesi ke-14 Sidang Dewan HAM.

Melalui pendekatan persuasif, Indonesia sebagai Wakil Presiden Dewan HAM bersama Mesir berhasil meyakinkan Biro Dewan HAM--yang beranggotakan Belgia, Slovenia, Chile, Mesir, dan Indonesia--untuk mengagendakan sesi Urgent Debate yang secara khusus membahas insiden penyerangan Israel tersebut.

Dalam pernyataannya di hadapan Sidang Dewan HAM PBB, Duta Besar Djani menegaskan insiden tragis yang terjadi di perairan internasional merupakan bentuk nyata pengabaian Israel terhadap hukum HAM dan hukum humaniter internasional.

"Indonesia sangat prihatin atas penahanan aktivis kemanusiaan oleh Israel, termasuk WNI, yang merupakan pelanggaran HAM, dan menuntut Israel untuk segera membebaskan mereka," ujar Duta Besar Djani.

Terkait dengan reaksi masyarakat internasional terhadap penyerangan tersebut, Duta Besar Djani menyambut baik pernyataan Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki Moon, dan Komisaris Tinggi HAM PBB, Navanethem Pillay, yang mendesak pembentukan misi pencari fakta internasional yang independen dan kredibel untuk menyelidiki insiden dimaksud.

"Imbauan Sekjen PBB dan Komisaris Tinggi HAM tersebut sejalan dengan posisi dasar pemerintah RI, dan Indonesia akan terus berperan aktif dalam mendorong pembentukan misi tersebut," kata Duta Besar Djani.

Sehubungan dengan usulan pembentukan misi tersebut, Duta Besar Djani mendorong masyarakat internasional untuk bekerja sama agar menjamin Israel bertanggung jawab terhadap tindak kriminal serius yang telah dilakukan terhadap Palestina.

Ia lantas berkata, "Tiada negara di atas hukum. Untuk itu, setiap negara wajib untuk melindungi HAM."

Dubes juga mengingatkan Dewan HAM PBB bahwa insiden penyerangan Israel tersebut merupakan bagian kecil dari gambaran besar yang mencerminkan segala bentuk kekerasan, ketidak adilan, konflik, dan penderitaan yang selama ini dialami oleh seluruh warga Palestina.

Ia menegaskan blokade Jalur Gaza oleh Israel merupakan pelanggaran hukum HAM dan humaniter internasional serta menghalangi akses penduduk Palestina atas bantuan kemanusiaan, termasuk pangan, bahan bakar, dan pelayanan kesehatan.

"Untuk itu, Indonesia mendesak Israel segera mengakhiri blokade Jalur Gaza," katanya menandaskan.

Ia juga menegaskan penyeselannya bahwa insiden tersebut terjadi pada saat proses negosiasi perdamaian Timur Tengah memasuki fase krusial dengan diluncurkannya proximity talks sebagaimana disampaikan oleh Presiden Mahmoud Abbas saat berkunjung ke Indonesia pada tanggal 29 Mei 2010.

Sebagai negara yang senantiasa mendukung perjuangan rakyat Palestina untuk mencapai kemerdekaan dan hak untuk hidup secara layak, Duta Besar Djani menegaskan solidaritas Indonesia terhadap rakyat Palestina dan seluruh pihak yang memberikan advokasi HAM dan kemerdekaan bangsa Palestina.

Sebagian besar negara anggota Kelompok Gerakan Non-Blok dan OKI, termasuk Indonesia, menyampaikan pernyataan yang mengutuk keras insiden penyerangan Israel terhadap Kapal Mavi Marmara.

Pernyataan serupa juga disampaikan Delegasi Norwegia, Jerman, Yunani, Prancis, Slovenia, Spanyol, Selandia Baru, serta Delegasi Brazil, Bolivia, Nikaragua, Afrika Selatan, dan Kuba. Negera tersebut juga meminta agar blokade Jalur Gaza segera diakhiri.

Dalam perdebatan pada hari ini, 32 negara anggota Dewan HAM dan 22 negara pengamat mengambil bagian dan menyampaikan pernyataan masing-masing. Karena banyaknya pembicara, perdebatan kembali dilanjutkan pada 2 Juni 2010 untuk mendengarkan pernyataan 16 negara pengamat dan 12 lembaga swadaya masyarakat.

"Adapun hasil pembahasan dalam bentuk resolusi masih dinegosiasikan di antara para diplomat," demikian Kamapradipta Isnomo.(U-ZG/D007)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010